selamat datang sahabat-sahabat yang peduli pendidikan..

Ada Untuk Berbagi,.
Terlahir untuk berproses...
Salam Pendidikan Berkualitas...

Jumat, 23 Desember 2011

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-10

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-10
Nama : Tuti Alfiani
NIM : 1445096092
Jurusan : MP NR 2009

Universitas Negeri Jakarta, Senin, 19 Desember 2011 pada hari ini perkuliahan Manajemen Pendidikan dan Pelatihan dilaksanakan di Gedung Daksinapati lantai 3 ruang 306 dengan dosen Bapak Dr. Amril Muhammad, SE, M.Pd. Perkuliahan baru dimulai pada pukul 08.30. Pertemuan kali ini difokuskan pada koreksi anggaran diklat yang telah menjadi tugas pada waktu sebelumnya. Setelah itu dosen memeriksa 10 soal yang dibuat oleh mahasiswa. Lagi-lagi banyak yang masih salah dala pembuatan soal, sehingga mahasiswa harus membuat ulang soal-soal tersebut dan langsung dikoreksi pada saat itu juga. Beberapa mahasiswa sudah membuat ulang dan disetujui oleh dosen untuk kemudian dikerjakan, sedangkan beberapa mahasiswa lainnya belum merevisi soal yang salah. Setelah tidak ada lagi mahasiswa yang ingin merevisi soal maka perkuliahan hari ini selesai pada pukul 10.

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-9

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-9
Nama : Tuti Alfiani
NIM : 1445096092
Jurusan : MP NR 2009


Universitas Negeri Jakarta, Senin 12 desember 2011 perkulaian manajemen diklat kembali dilaksanakan setelah dua pekan tidak dilaksanakan perkuliahan karena Dosen manajemen diklat Dr. Amril Muhammad, SE, M.Pd. tidak dapat mengajar karena ada kesibukan di luar kota. Sehingga selama 2 pekan tersebut mahasiswa dipersilahkan untuk belajar dan mengerjakan tugas di luar jam perkuliahan. Perkuliahan kali ini dimulai sedikit terlambat 30 menit dari waktu yang diharuskan. Seperti biasa pertemuan diawali dengan dikumpulkannya tugas yang telah dikerjakan mahasiswa. Tugas yang harus dikumpulkan adalah terkait dengan rincian anggaran diklat yang telah dijadikan tugas pada pertemuan tanggal 21 November 2011. Setelah diperiksa satu persatu ternyata masih banyak mahasiswa yang salah dalam mengerjakan, terutama dalam format table anggaran, tarif penginapan, paket fullboard dan biaya narasumber. Ini mengharuskan mahasiswa untuk kembali merevisi tugasnya tersebut. Sebelum mengakhiri perkuliahan dosen memerintahkan mahasiswa untuk membuat 10 pertanyaan yang akan digunakan sebagai bahan UAS. Perkuliahan pun selesai, mahasiswa meninggalkan ruang kelas.

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-8

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-8
Nama : Tuti Alfiani
NIM : 1445096092
Jurusan : MP NR 2009

Universitas Negeri Jakarta, Senin, 21 November 2011 setelah sepekan tidak diadakan pertemuan dikarenakan Pak Amril memiliki agenda di luar kota, perkuliahan Manajemen Pendidikan dan Pelatihan yang terlaksana di ruang 306 gedung Daksinapati FIP UNJ membahas tentang tugas-tugas mahasiswa yang masih perlu untuk direvisi. Pak Amril memeriksa satu-persatu tugas mahasiswa, dan setelah selesai kembali beliau melanjutkanperkuliahan dengan menjelaskan prosedur pembuatan rincian biaya diklat dengan menyertakan contoh format table di white screen yang terdapat di dalam kelas. Perkulaiah berakhir setelah Pa Amril slesai menjelaskan dan waktu telah menunjukkan pukul 10.00.

Minggu, 20 November 2011

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-7

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-7
Nama : Tuti Alfiani
NIM : 1445096092
Jurusan : MP NR 2009


Universitas Negeri Jakarta, Senin, 14 November 2011 perkuliahan Manajemen Pendidikan dan Pelatihan terlaksana di ruang 306 gedung Daksinapati FIP UNJ. Hari ini perkuliahan baru di mulai pada pukul 09.00, sedikit lebih lambat dari pertemuan seharusnya yaitu pukul 08.00. Hal ini disebabkan karena dosen Amril Muhammad,SE., M.Pd menghadiri rapat terlebih dahulu sehingga mengharuskan beliau terlambat mengajar. Perkuliahan diawali dengan mengumpulkan tugas pekan sebelumnya, yaitu tugas menyusun jadwal pelatihan untuk kemudian dikoreksi oleh Pak Amril. Setelah tugas dikumpulkan, ternyata hamper semua tuga yang mahasiswa kerjakan masih salah dan perlu diperbaiki, sehingga kertas tugas yang sudah dikumpulkan tadi dikembalikan kembali pada mahasiswa. Selanjutnya, Pak Amril kembali memaparkan bahwa tugas yang dibuat oleh mahasiswa adalah berkelanjutan dan saling berkaitan satu sama lain, sehingga penting untuk menyesuaikan tugas sebelumnya dengan tugas yang akan dikerjakan. Perkuliahan dilanjutkan dengan membagikan tugas sturktur pelatihan dan silabus yang telah dibuat oleh mahasiswa pada pecan-pekan sebelumnya, tugas-tugas tersebut dikembalikan setelah mendapat tanda paraf pada salah satu tugas dan untuk segera direvisi.

Untuk tugas selanjutnya, mahasiswa diperintahkan untuk mencari informasi mengenai penginapan beserta paket fullboard meeting guna keperluan diklat. Tidak berselang lama setelah menjelaskan tugas, perkuliahan selesai sekitar pukul 10.00 dan mahasiswa meninggalkan ruang

Sabtu, 12 November 2011

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-6

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-6
Nama : Tuti Alfiani
NIM : 1445096092
Jurusan : MP NR 2009


Universitas Negeri Jakarta, Senin, 7 November 2011 perkuliahan Manajemen Pendidikan dan Pelatihan terlaksana di ruang 306 gedung Daksinapati FIP UNJ. Pekan ini, Pak Amril datang lebih awal, yaitu sebelum pukul 8 beliau sudah berada di dalam ruang kelas. Alhasil, banyak mahasiswa yang masih terlambat. Tapi untungnya Pak Amril masih memberikan toleransi sehingga mahasiswa-mahasiswa yang terlambat masih diperkenankan mengikuti perkuliahan. Pada kesempatan kali ini, Pak Amril memberikan pengantar bahwa tugas selanjutnya yang harus diselesaikan oleh mahasiswa adalah membuat modul. Modul yang akan dibuat kontennya harus sesuai dengan apa yang dijelakan oleh Pak Amril. Mahasiswa wajib mengikuti petunjuk dan ketentuan-ketentuan dalam menyusun modul. Setelah memberikan arahan mengenai tuga membuat modul, Pak Amril meminta kepada mahasiswa untuk segera mengumpulkan tugas silabus kurikulum diklat yang telah disusun oleh mahasiswa agar dapat dikoreksi. Beliau berkomentar, “Ternyata kalian bisa membuat silabus, hanya saja perlu disempurnakan, agar perkuliahan manajemen diklat ini pada akhirnya bisa menghasilkan produk” . Kemudian , setelah sedikit memberikan koreksi mengenai silabus, Pak Amril mengabsen mahasiswa dan perkuliahan selesai. Pada pertemuan kali ini perkuliahan lebih cepat selesainya dari pekan-pekan sebelumnya.

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-5

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-5
Nama : Tuti Alfiani
NIM : 1445096092
Jurusan : MP NR 2009


Universitas Negeri Jakarta, Senin, 31 Oktober 2011 perkuliahan Manajemen Pelatihan kembali terlaksana di ruang 306 gedung Daksinapati FIP UNJ. Perkuliahan dimulai dengan pengantar bahwa setelah ini mahasiswa diminta untuk membuat silabus mata diklat seperti apa yang telah tercantum di struktur program pelatihan. Namun, berhubung banyak dari mahasiswa yang tidak memiliki copyan tugas, sehingga Pak Amril membagikan kembali kertas tugas kepada masing-masing mahasiswa sembari kembali mereview, memberikan koreksi agar tugas struktur pelatihan program untuk disempurnakan. tugas yang telah diberikan akan kontinyu dan berkelanjutan dari tugas-tugas sebelumnya. Sehingga Dosen Dr. Amril Muhammad, SE, M.Pd. menyarankan agar mahasiswa memiliki copyan tugas-tugas tersebut. Karena masih ada beberapa mahasiswa yang keliru dalam penyusunan JPL pada mata diklat maka mahasiswa diberikan lagi kesempatan untuk memperbaiki tugas. Seperti biasa, tugas revisi harus dikumpulkan pada esok harinya.

Minggu, 30 Oktober 2011

Reportase ke-4 "Struktur Program Pelatihan"

Tugas Manajemen Diklat Reportase ke-4

Nama : Tuti Alfiani

NIM : 1445096092

Jurusan : MP NR 2009




Universitas Negeri Jakarta, 17 Oktober 2011 perkuliahan Manajemen Pelatihan kembali terlaksana di ruang 306 gedung Daksinapati FIP UNJ di mulai pada pukul 08.15. Pada perkuliahan kali ini Dosen mata kuliah Manajemen Diklat , Bapak Amril Muhammad, SE., M. Pd., memulai perkuliahan dengan memberikan koreksi atas tugas yang telah mahasiswa kumpulkan pada pekan sebelumnya yaitu tugas menyusun kurikulum diklat. Koreksi tugas dilakukan berdasarkan pengelompokan jenis jabatan, untuk tugas yang jabatannya sejenis dijadikan satu kelompok dan mahasiswa yang bersangkutan maju ke depan dan duduk di kursi yang telah disiapkan tepat di hadapan meja dosen. Hal ini untuk memudahkan Pak Amril dalam memberikan penjelasan terkait tugas mahasiswa yang masih kurang tepat dalam penyusunan tugas. Setelah Pak Amril memberikan penjelasan pada masing-masing jenis jabatan, kembali beliau memberikan kesempatan mahasiswa untuk memperbaiki tugas tersebut dengan memberikan tambahan-tambahan materi yang masih terkait dengan penugasan untuk didiskusikan secara berkelompok menurut jenis jabatan, namun demikian tugas tetap dikumpulkan sebagai tugas individu. Sehubungan waktu perkuliahan yang sudah habis, maka mahasiswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas diluar waktu perkuliahan dan dikumpulkan pada keesokan harinya.

Minggu, 16 Oktober 2011

Manajemen Diklat (Merumuskan Kurikulum Diklat)

Tugas Manajemen Diklat Pertemuan ke -6

Nama : Tuti Alfiani

NIM : 1445096092

Jurusan : MP NR 2009



Merumuskan Kurikulum Diklat

Jakarta-Senin, 10 Oktober 2011. Selalu dinanti reportase mata kuliah Manajemen Pendidikan dan Pelatihan setiap pekannya. Pekan ini perkuliahan kembali dimulai hampir pukul 08.30 di ruang 306 Gd. Daksinapati lantai 3 dengan dosen Bapak Amril Muhamad, SE . Setelah pekan sebelumnya membahas mengenai struktur organisasi, perkuliahan kali ini merupakan kelanjutan dari materi sebelumnya. Mahasiswa diminta untuk membuat rumusan kurikulum pada diklat. Namun, sebelum mahasiswa mengerjakan tugas tersebut, Pak Amril terlebih dahulu meberikan pemgantar dan materi yang terkait dengan rumusan kurikulum sembari menunjukkan beberapa contoh kurikulum yang beliau buat untuk diklat beberapa instansi yang ditayangkan melalui slide.



Lalu materi apa yang diberikan Pak Amril dalam upaya memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang rumusan kurikulum pada diklat? Ini dia penjelasan singkat yang beliau paparkan di depan kelas. Dalam menyusun kurikulum diperlukan langkah-langkah tertentu yang perlu dipersiapkan. Pertemuan kali ini lebih berfokus pada penentuan kompetensi. Kompetensi yaitu kemampuan berfikir , bersikap dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta diklat. Kompetensi diklasifikasikan dalam 3 aspek kompetensi, yaitu (1) berfikir, kemampuan mengembangkan kemampuan berfikir, (2) bersikap profesional, berorientasi pada memuaskan pelanggan, memiliki etika yaitu aturan yang harus ditaati dan ketika dilanggar dikenakan sanksi, memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa yang ingin dia lakukan, serta upaya untuk melakukan pengembangan diri secara terus menerus. (3) bertindak.



Selain itu, dalam membuat kurikulum, penting untuk memahami pilar kompetensi. Terdapat 3 pilar kompetensi. Pilar yang pertama adalam kompetensi utama, adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang yang menduduki suatu jabatan . Contoh dari pilar ini seperti kompetensi guru, seperti pedagogik, personal, sosial dan profesional. Pilar kedua, kompetensi pendukung, yaitu kompetensi yang dibutuhkan untuk mengoptinalkan perwujudan kompetensi utama, contoh kompetensi utama guru mengajar, tapi jika guru tersebut memiliki kompetensi pendukung IT maka akan meningkatkan performa dalam kerjanya. Pilar terakhir adalah kompetensi lainnya, dimana kompetensi ini secara tidak langsung mendukung optimalisasi kompetensi utama, misal jika pegawai bank mengetahui dan memahami UU tentang perbank-kan maka pegawai bank tersebut berupaya untuk tidak melakukan penyimpangan.



Setelah memberikan pemaparan tentang bagaimana menyusun rumusan kurikulum, mahasiswa diminta untuk membuat rumusan kurikulum dengan langkah-langkah mengerjakan sesuai yang telah Pak Amril tetapkan sperti menentukan nama jabatan ,menyebutkan uraian tugas, menentukan kompetensi , serta membuat struktur kurikulum seperti yang dicontohkan. Karena waktu yang terbatas dan perkuliahan harus diakhiri sedangkan tugas belum selesai, maka Pak Amril mempersilahkan mahasiswa untuk menyelesaikan tugas tersebut di rumah serta wajib dikumpulkan esok harinya yaitu hari selasa tanggal 11 Oktober. Tepat pukul 10.15 mahasiswa meninggalkan ruamg kelas karena perkuliahan telah berakhir.

Minggu, 09 Oktober 2011

Reportase ke-2 (Struktur Organisasi)

Tugas Manajemen Diklat Pertemuan ke -5

Nama : Tuti Alfiani
NIM : 1445096092
Jurusan : MP NR 2009


Jakarta-Senin, 3 Oktober 2011 Tidak seperti biasanya hari ini perkuliahan pertemuan ke-5 Manajemen Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di ruang 306 Gd. Daksinapati lantai 3 dengan dosen Bapak Amril Muhamad, SE baru dimulai tepat pada pukul 08.30. Pada perkuliahan kali ini berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya Dosen tidak memberikan materi, pertemuan dialihkan pada latihan membuat aplikasi struktur organisasi lembaga yang pada semester sebelumnya (semester 4) yaitu pada mata kuliah manajemen pemasaran mahasiswa telah menyelesaikan tugas untuk membuat suatu lembaga pendidikan atau sejenis jasa pendidikan lainnya. Hal ini juga berarti perkuliahan sedikit mengulas materi semester sebelumnya sekaligus sebagai tindak lanjut dari usaha jasa pendidikan maupun lembaga pendidikan yang dibuat oleh mahasiswa. Sebelum memberikan penugasan, Pak Amril menjelaskan singkat tentang struktur organiasi yang dimaksud. Meskipun demikian, pada menit-menit awal perkuliahan, mahasiswa banyak yang masih terlihat bingung terkait struktur organisasi yang akan dibuat, tidak heran jika beberapa mahasiswa mengajukan pertanyaan dan dengan segera Pak Amril menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut satu persatu.


Beberapa waktu kemudian, secara bertahap dan tersistematis setelah mahasiswa selesai membuat stuktur organisasi lembaga pendidikan dan jasa pendidikan, Pak Amril kembali menugaskan mahasiswa untuk membuat uraian fungsi dan tugas dari struktur yan telah selesai dibuat, namun sebelumnya Pak Amril telah memberikan arahan terkait pembagian tugas dan fungsi tersebut. Misalnya saja jika dalam struktur organisasi, jabatan yang lebih tinggi dari kepala memiliki tugas mengkoordinasikan, kepala sekolah atau jabatan dibawahnya memiliki ciri tugas memimpin, membina, kemudian jabatan pada stafff memiliki tugas membuat, membantu menyusun dll.


Selanjutnya setelah mahasiswa selesai membuat uraian tugas dan fungsi dari jabatan-jabatan yang tertera dalam struktur organisasi, Pak Amril kembali memberikan tugas agar mahasiswa membuat rancangan pelatihan dan pendidikan apa yang cocok diberikan kepada jabatan-jabatan tersebut yang sekiranya sesuai.
Menjelang pukul 10.15 beberapa mahasiswa telah selesai mengerjakan tugas dan mengumpulkannya pada Pak Amril, dan sebagiannya lagi masih menyelesikan tugas. Tak berapa lama kemudian semua selesai dan perkuliahan kali ini berakhir.

Minggu, 02 Oktober 2011

Tugas Manajemen Diklat Reportase 1 Pertemuann ke -4

Tugas Manajemen Diklat Pertemuan ke -4



Nama : Tuti Alfiani

NIM : 1445096092

Jurusan : MP NR 2009


Training Design and Evaluation Program


Jakarta-Senin, 26 September 2011d ilaksanakan perkuliahan pertemuan ke-2 Manajemen Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di ruang 307 Gd. Daksinapati lantai 3 dengan dosen Bapak Amril Muhamad, SE. Pada pertemuan kali ini kelas MP non reguler 2009 mendapat materi tentang alasan mengenai perlu dilakukannya pelatihan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Mengapa pelatihan begitu penting? Jawaban dari pertanyaan tersebut diuraikan dalam alasan-alasan dipaparkan sebagai berikut :



1. Adanya kesenjangan antara kinerja actual (kinerja yang terjadi pada kenyataannya) dengan kinerja ideal yaitu kinerja yang seharusnya seperti yang diharapkan. Dalam alasan ini pelatihan tidak selalu dilakukan sendiri tapi dapat dilakukan melalui outsourcing, kerja sama dll. Contohnya saja ada perusahaan tertentu yang bekerjasama dengan polisi atau militer untuk melatih disiplin pegawai.



2. karena adanya karyawan atau pegawai baru, biasanya dilakukan dengan job training bagi pegawai-pegawai baru tersebut ,MDT (Management Development Training). Hal ini dilakukan karena dimungkinkan pendidikan pada saat kuliah tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan sekarang.



3. Terdapat teknologi baru sehingga pegawai belum tahu cara pengoperasiannya dan diperlukan latihan atu karena pada saat kuliah program yang diajarkan bersifat umum yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang lebih bersifat spesifik.



4. Membangun budaya (corporate culture). Setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang membawa nilai-nilai seperti terlihat pada logo dan motto organisasi atau perusahaan tersebut.



5. Adanya promosi dan mutasi pegawai. Promosi yaitu pegawai yang tadinya sebagai bawahan dipromosikan untuk naik jabatan menjadi pemimpin maka perlu dilatih bagaimana menjadi pemimpin yang baik. Mutasi, yaitu pemindahan pegawai ke tempat kerja lain di jenjang yang setara, sehingga kemampuan perlu di-upgrade.



Lalu bagaimana bahasan selanjutnya mengenai TRAINING DESIGN and EVALUATION MODEL? Pembahasan dibahas rinci seperti berikut ini yang dibagi menjadi 5 langkah utama yaitu:



I. Need Identification (Kebutuhan Mengidentifikasi)



a. Identification of problems, yaitu dianalisis masalah-masalah yang ada.

b. Analysis of occupation, analisis pekerjaan yang dibutuhkan

c. Identification of target population

d. Analysis of training need



Bagaimana kita mengetahui jika ada masalah :

1. Survey, bias melalui menyebar angket.

2. Pengamatan, melalui mengamatui langsung maupun melalui atasannya.

3. Studi dokumen, cek data dan kinerja pegawai melalui dokumen.

4.Wawancara,dapat mengeksplorasi secara optimal maslah pegawai.



II. Objectives Setting (Menata sasaran-sasaran yang ingin dicapai)



a.determination of entry requirements, penetapan syarat biasanya ada 3 hal yaitu fisik, sikap dan kepribadian.

b. Setting of training objectives

c. design of test

d. validation of objectives



III. Instruction Design (Proses design pelatihan seperti apa, bagaimana dan tujuan)



a. design of instruction

b. Testing of instructional material

c. production of instructional materials



IV. Implementation



a. Planning of training facilities, menyiapkan fasilitas dan kelengkapan.

b. selection and training of course instructors, menyeleksi pelatih yang cocok, melakukan training kesepakatan.

c. Selection of trainees, menyeleksi siapa yang ikut pelatihan dengan tujuan untuk efisiensi peserta , biaya karena kapasitas terbatas dan spesifik.

d. Conduct of training, melakukan kegiatan training sesuai yang telah direncanakan dll.



V. Evaluation



Merupakan kegiatan memastikan apa yang kita lakukan sesuai dengan rencana, harapan dan tujuan.

a. Analysis of achievement or subjective, analisis apa yang sudah dicapai.

b. Analysis of trainee job performance , evaluasi pegawai setelah masuk kerja melalui pemantauan.

c. Calculating of cost effectiveness of project,menghitung biaya sepadan atau tidak dangan biaya pelatihan dan kinerja pegawai.



Dengan diuraikannya kelima hal tersebut di atas terkait Training Design dan Evaluation program diharapkan pegawai pada suatu organisasi atau perusahaan dapat secara optimal melaksanakan pekerjaannya.

Tugas Translet Manajemen Diklat

BAB 14 EVALUATION

Donald L. Kirkpatrick
Donald L. Kirkpatrick is Professor Emeretus at the Universityof Wisconsin Management Institute where he spent 30 years conducting conference and seminars for all levels of management. His business experience includes Personnel Manager, Bendix Products, Aerospace Division and Training Director, International Minerals and Chemical Corp. He served on the National Board of Directors of the American Society for Human Resource management (SHRM) and is a past national president of ASTD. He has written six management books including How to Train and Develop Supervisors, How to manage Change Effectively, How to Improve Performance Through Appraisal and Coaching, No-Nonsense Communication, and How to Plan and Conduct Effective Meetings. His 1994 book is entitled evaluating Training Programs: The Four Levels. He frequently speaks at nation program of ASTD, SHRM, and AMA. As a consultant, he conducts workshop in the United States and the Far East. He has developed and published eight supervisory-management inventories. His latest is Management Inventory on Leadership, Motivation, and Decision-Making. He received his B.B.A., M.B.A., and Ph.D. at the University of Wisconsin, Madison. His dissertation was called Evaluating a Human Relations Course for Supervisors. Kirkpatrick is an Elder at Elmbrook Church and active member, Gideons International.
Donald L. Kirkpatrick adalah Profesor Emeretus di Manajemen Insitut Universitas Winconsin di mana ia menghabiskan 30 tahun melakukan konferensi dan seminar untuk semua tingkatan manajemen. Pengalaman bisnis termasuk Manajer Personalia, Bendix Divisi Produk, Aerospace, dan Direktur Pelatihan, Mineral dan Kimia Internasional Corp Dia bertugas di Dewan Nasional Direksi dari American Society for Manajemen Sumber Daya Manusia (SHRM) dan adalah presiden nasional masa lalu dari STD. Dia telah menulis enam buku, termasuk Bagaimana Melatih manajemen dan Mengembangkan Supervisor, Bagaimana Mengelola Perubahan Efektif, Cara untuk Meningkatkan Kinerja Melalui Penilaian dan Pelatihan, Tidak Omong kosong, Komunikasi, dan Bagaimana Merencanakan dan Melakukan Rapat Efektif. 1994 bukunya yang berjudul mengevaluasi Program Pelatihan: Tingkat Empat. Dia sering berbicara pada program STD bangsa, SHRM, dan AMA. Sebagai konsultan, ia melakukan lokakarya di Amerika Serikat dan Timur Jauh. Dia telah mengembangkan dan menerbitkan delapan pemantauan manajemen persediaan. Terbarunya adalah manajemen persediaan pada kepemimpinan, motivasi dan pengambilan keputusan. Dia menerima gelar BBA, MBA dan PhD dari University of Wisconsin, Madison. Tesisnya dipanggil untuk mengevaluasi program dalam Hubungan Manusia untuk Supervisor. Kirkpatrick adalah anggota senior di Gereja dan aktif Elmbrook International Gideons.

Effective training directors will make an effort to evaluate all their training activities. The success of these efforts depends to a large extent on a clear understanding of just what “evaluation” means. This chapter will attempt to accomplish to objectives: (1) to clarify the meaning of evaluation and (2) to suggest techniques for conducting the evaluation.
Direksi pelatihan yang efektif akan berusaha untuk mengevaluasi semua kegiatan pelatihan mereka. Keberhasilan upaya ini tergantung sebagian besar pada pemahaman yang jelas tentang apa artinya "evaluasi". Bab ini akan mencoba untuk mencapai ke tujuan: (1) untuk memperjelas makna evaluasi dan (2) untuk menunjukkan teknik untuk melakukan evaluasi.

These objectives will be related to”in-house”classroom programs,one of the most common forms of training. Many of the principles and procedures can be applied to all kinds of training activities such as performance review,participation in outside programs, programmed instruction,and the reading of selected books.
Tujuan ini akan terkait dengan kelas satu program "internal" dari bentuk yang paling umum dari pelatihan. Banyak dari prinsip-prinsip dan prosedur dapat diterapkan untuk semua jenis kegiatan pelatihan, seperti kajian kinerja, partisipasi dalam program eksternal, instruksi program dan membaca buku-buku yang dipilih.
The following quotation from Daniel M. Goodacre III is most appropriate as an introduction:
Managers, needless to say, expect their manufacturing and sales departments to yield a good return and will go to great lengths to find out wether they have done so. When it comes to training, however, they may expect the return, but rarely do they make a like effort to measure the actual result. Fortunately, for those in charge of training programs, this philanthropic attitude has come to be taken for granted.There is certainly no guarantee,however, that it will continue, and training directors might be well advised to take the initiative and evaluate their programs before the day of reckoning arrives.
Kutipan berikut dari Daniel M. Goodacre III adalah lebih tepat sebagai pengenalan:
Manajer, perlu untuk mengatakan, mereka mengharapkan penjualan mereka dan departemen manufaktur untuk menghasilkan putaran yang baik dan akan berusaha keras untuk mengetahui apakah mereka telah melakukan. Ketika datang ke pelatihan, bagaimanapun, mereka dapat mengharapkan mengembalikan , tapi bersifat langka / jarang membuat upaya serupa untuk mengukur hasil yang sebenarnya. Untungnya, bagi mereka yang bertanggung jawab untuk program-program pelatihan, sikap ini telah datang untuk tingkah laku filantropi . Tentu saja tidak memberikan jaminan, bagaimanapun, akan terus, dan direktur pelatihan akan disarankan untuk mengambil inisiatif dan evaluasi program tersebut sebelum mencapai hari perhitungan.
Evaluation Clarified
Nearly everyone would agree that a definition of evaluation would be”the determination of the effectiveness of a training program.” But this has little meaning until we answer the question :In terms of what? We know that evaluation is needed in order to improve future programs and to eliminate those programs which are ineffective. The problem is how to begin.
Klarifikasi Evaluasi
Hampir semua orang akan setuju bahwa definisi evaluasi akan memiliki sedikit arti sampai kita menjawab pertanyaan "penentuan efektivitas program pelatihan.": Dalam hal apa? Kita tahu evaluasi yang diperlukan dalam rangka meningkatkan program-program masa depan dan untuk menghilangkan program-program yang tidak efektif. Masalahnya adalah bagaimana untuk memulai

Evaluation changes from a complicated, elusive generality into clear and achievable goals if we break it down into logical steps.These steps can be defined as follow :
Step 1 : Reaction. How well did the conferees like the program?
Step 2 : Lerning. What principles, fact. And techniques we learned? What attitudes were changed?
Step 3 : Behavior. What changes in job behavior resulted from the program?
Step 4 : results. What were the tangible results of the program in terms of reduce cost, improved quantity,improved quality, etc.?
Evaluasi perubahan dari sebuah kerumitan , sulit dipahami secara umum dengan tujuan yang jelas dan dapat dicapai jika kita memecahnya menjadi langkah-langkah yang logis. Langkah-langkah logis dapat didefinisikan sebagai berikut: Langkah 1: Reaksi. Seberapa baik konferensi itu sebagai sebuah program? Langkah 2: Belajar. Apa prinsip, fakta. Dan teknik yang kita pelajari? sikap apa yang telah berubah?
Langkah 3: Perilaku. Apa perubahan perilaku pekerjaan akibat dari program ini?
Langkah 4: hasil. Apa hasil nyata dari program dalam hal mengurangi biaya, meningkatkan kuantitas, kualitas ditingkatkan, dll?
What this clarification of the meaning of evaluation, training directos can now begin to pinpointtheir effort at evaluation. They better realize what they are doing, and they recognize the limited interpretations and conclusions that can be drawn from their findings. As they become more experienced and sophisticated in evaluation design and procedures, they slowly begin to obtain more meaningful results on which future training can be based.
Dengan klarifikasi dari makna evaluasi, direktur pelatihan sekarang dapat memulai menentukan upaya pengembangannya dalam evaluasi. Mereka lebih menyadari apa yang mereka lakukan dan mengenali interpretasi terbatas dan kesimpulan-kesimpulan tersebut dapat ditarik dari temuan mereka. Sebagai prosedur yang paling berpengalaman dan canggih dan desain evaluasi, secara bertahap mulai mendapatkan hasil yang signifikan berdasarkan pada pelatihan masa depan dapat menjadi dasar.
These four steps will now be defined in detail with examples and suggested guidelines.It is important to stress that the described procedures and techniques can be used in almost any organization cannot be used in another organization. Obviously, there are many factors that would influence the results. These variables include the group, the conference leader, and the approach to the subject.
Keempat langkah tersebut sekarang akan didefinisikan secara rinci dengan contoh-contoh dan pedoman yang disarankan . Sangat penting untuk menekankan bahwa prosedur dan teknik yang dijelaskan dapat digunakan dalam hampir semua organisasi tidak dapat digunakan di organisasi lain. Jelas, ada banyak faktor yang akan mempengaruhi hasil. Variabel termasuk kelompok-kelompok, pemimpin konferensi, dan pendekatan kepada subjek.
Step 1 : Reaction
Reaction may best be defined as how well the trainees liked a particular training program. Evaluating in terms of reaction is the same as measuring the feelings of the conferees. In fact, it is measuring “customer satisfaction.” It is important to emphasize that it does not include a measurement of any learning that take place.
Langkah 1: Reaksi
Reaksi terbaik dapat didefinisikan sebagai seberapa baik peserta pelatihan menyukai program pelatihan tertentu. Mengevaluasi pada konteks reaksi adalah sama dengan mengukur perasaan konferensi itu. Bahkan, itu adalah ukuran "kepuasan pelanggan" . Sangat penting untuk menekankan bahwa hal itu tidak meliputi pengukuran dari setiap pembelajaran yang terjadi.
Guidelines for Evaluating Reaction
1. Determine what you want to find out.
2. Use a written comment sheet covering those items determined in step1.
3. Design the form so that the reactions can be tabulated and quantified.
4. Obtain honest reactions by making the forms anonymous.
5.encourage the conferees to write in additional comments not covered by the questions that were designed to be tabulated and quantified.

Pedoman untuk Mengevaluasi Reaksi
1. Putuskan apa yang Anda ingin ketahui.
2. Gunakan lembar komentar tertulis meliputi item-item yang ditentukan pada Langkah 1.
3. desain formulir sehingga reaksi dapat ditabulasi dan dihitung.
4. Mendapatkan reaksi jujur dengan membuat bentuk-bentuk anonym.
5. Mendorong konferensi itu untuk menulis dalam komentar tambahan yang tidak tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk ditabulasi dan dihitung.

The comment sheet shown in Fig. 14-1 was used to measure reaction at an ASTD summer institute that was planned and coordinated by the staff of the Management Insitute, University of Wisconsin.
Lembar komentar yang ditunjukkan pada Gambar 14-1 telah digunakan untuk mengukur respon terhadap ASTD institute dimana telah direncanakan dan dikoordinasikan oleh staf Insitute Manajemen Personalia, University of Wisconsin.
Those who planned this ASTD program were interested in reactions to subject, technique (lecture versus discussion) and the performance of the conference leader. Therefore, the form was design accordingly. The conferees were asked to place a check in the appropriate space so that the reaction could be readily tabulated and quantified.
Mereka yang merencanakan Program ASTD ini tertarik dalam reaksi terhadap subjek, teknik (kuliah vs diskusi) dan kinerja para pemimpin konferensi. Oleh karena itu, bentuk-bentuk desain yang sesuai. Para peserta konferensi diminta untuk memberikan tanda ceklist di ruang yang sesuai sehingga reaksi dapat ditabulasi dan dihitung.
In question 3, concerning the leader ,it was felt that a more meaningful rating would be given the leader if the conferees considered item A through F before checking the overall rating. This question was designed to prevent a conference leader’s personality from dominating group reactions.
Dalam pertanyaan 3 tentang pemimpin, itu terasa bahwa klasifikasi yang lebih bermakna akan diberikan pemimpin jika konferensi itu dianggan item A sampai F sebelum memeriksa nilai keseluruhan. Pertanyaan ini dirancang untuk konferensi kepribadian pemimpin untuk mendominasi reaksi kelompok.
























Figure 14-1. Reaction form
Question 4 encourage the conferees to suggest any improvements that came to mind. The optional signature was used so that follow-up discussions with conferees could be done. In this ASTD summer institute, about half of the conferees signed their names. With this type of group, the optional signature did not affect the honesty of their answers,in all probability.It is strongly suggested that unsigned sheets be used in most in-house meetings, however.























Gambar 14-1. reaksi bentuk
Pertanyaan 4 mendorong peserta konferensi untuk menyarankan perbaikan yang datang ke pikiran. Tanda tangan opsional digunakan sehingga tindak lanjut diskusi dengan konferensi dapat dilakukan. Pada Summer Institute ASTD, sekitar setengah dari anggota Konferensi menandatangani nama mereka. Dengan jenis kelompok, tanda tangan opsional tidak mempengaruhi kejujuran jawaban mereka, dalam semua kemungkinan. Sangat dianjurkan pada lembar yang tidak ditandai dapat digunakan dalam pertemuan internasional yang paling sering.
In most cases, a simpler comment sheet is sufficient. Figure 14-2 shows a form that obtained significant information on reaction and requires minimum time for participants. This form can be used for each leader. Of particular importance is the separation of “subject” from “leader”.
Dalam kebanyakan kasus, lembar komentar sederhana dari Gambar 14-2 menunjukkan bentuk yang telah memperoleh informasi yang signifikan tentang reaksi dan membutuhkan waktu minimum untuk para peserta. Formulir ini dapat digunakan untuk setiap pemimpin. Yang paling penting adalah pemisahan dari "subyek" dari "pemimpin."
To evaluate a total program that includes a number of sessions, a final comment sheet. (Fig. 14-3) can provide additional valuable information for improving future programs. So that “standards of performance” can be established for the quality of the instruction, the reactions can conveniently be converted to numerical ratings. For example, on the form shown in Figs. 14-2 and 14-3 the following ratings can be used : excellent = 5, very good =4, good = 3, fair =2, and poor = 1. An example for reactions from 27 participants might be :
Untuk mengevaluasi total program yang mencakup sejumlah sesi, lembar komentar terakhir. (Gambar 14-3) dapat memberikan informasi berharga tambahan untuk meningkatkan program-program mendatang. Sehingga "standar kinerja" dibentuk untuk kualitas instruksi, reaksi dengan mudah dapat dikonversi menjadi peringkat numerik. Sebagai contoh, pada formulir yang ditunjukkan pada Gambar. 14-2 dan 14-3 dapat digunakan peringkat berikut: = baik 5, sangat bagus = 4, baik = 3, adil = 2, dan miskin = 1. Contoh untuk reaksi 27 peserta mungkin:
10 Excellent 10 x 5 = 50
10 Very good 10 x 4 = 40
5 Good 5 x 3 = 15
1 Fair 1 x 2 = 2
1 Poor 1 x 1 = 1
27 Total Participants 108 Total points.

10 Bagus 10 x 5 = 50
10 Sangat baik 10 x 4 = 40
5 Baik 5 x 3 = 15
1 Adil 1 x 2 = 2
1 Buruk 1 x 1 = 1
27 Total Peserta 108 Total point.






REACTION SHEET
Please give us your frank reactions and comments. They will help us evaluate this program for possible improvement in future programs.
Leader____________________Subject __________________ Date ______________________
1. How do you rate the subject content?
Excellent COMMENTS :
Very good
Good
Fair
Poor
2. how do you rate the conference leader?
Excellent COMMENTS :
Very good
Good
Fair
Poor
3. What benefits do you feel you got from this session?
New knowledge that is pertinent.
Specific approaches, skills or techniques that I can apply on the job
Change of attituted that will help me in my job.
OTHER :

4. What would have made this session better? (Use other side if necessary)

Figure 14-2. Reaction Form



FORMULIR REAKSI
Tolong beri kami reaksi terang dan komentar anda. Mereka akan membantu kami mengevaluasi program ini untuk perbaikan yang mungkin dalam program masa depan.
Pemimpin_______________________ Subjek ______________ Tanggal _____________
1. Bagaimana Anda menilai konten subjek?
Bagus Komentar :
Sangat baik
Baik
Adil
Buruk
2. Bagaimana Anda menilai pemimpin konferensi?
Bagus Komentar :
Sangat baik
Baik
Adil
Buruk

3. Apa manfaat yang Anda merasa Anda dapatkan dari sesi ini?
Pengetahuan yang bersangkutan.
Pendekatan spesifik, keterampilan atau teknik yang dapat saya terapkan pada pekerjaan
Perubahan sikap yang akan membantu saya dalam pekerjaan saya.
Lainnya:

4. Apa yang akan membuat sesi ini lebih baik? (Gunakan sisi lain jika perlu)

Gambar 14-2. reaksi Formulir
Dividing 108 (total points) by 27 (totalparticipants), we get a rating of 4. Experience in a particular organization can provide data for the establishment of a standart of performance for all instructors.
Membagi 108 (total poin) 27 (total peserta), kita memperoleh peringkat 4. Pengalaman dalam organisasi tertentu dapat menyediakan data untuk menetapkan sebuah standar kinerja untuk semua instruktur.
I firmly believe in getting a coment sheet on each leader.in the case where the same leader is conducting a series of meetings with the same group, it may not be necessary to get reactions after the third, sixth, and ninth sessions. A final comment sheet should also be used to get an evaluation of the entire program.
Saya sangat percaya dalam mendapatkan sebuah lembar komentar pada lembar pemimpin pada setiap kasus di mana para pemimpin yang sama melakukan serangkaian pertemuan dengan kelompok yang sama, hal itu mungkin tidak diperlukan untuk mendapatkan reaksi setelah sesi ketiga, keenam, dan kesembilan. Sebuah lembar komentar terakhir juga harus digunakan untuk mendapatkan evaluasi dari seluruh program.
In cases where several leaders instruct for short periods of time, a form such as Fig. 14-4, should be used instead of using a separated reaction form for each leader. This form provides a great deal of information and takes a short time to complete. It has been emphasize that the form should be designed so that tabulations can be readily made. In my opinion, too many comment sheets are still being used in which the conferees are asked to write in their answers to questions. A form of this kind makes it very difficult to summarize comments and determine patterns of reaction.
Dalam kasus dimana beberapa pemimpin menginstruksikan untuk jangka waktu yang singkat, bentuk seperti Gambar 14-4, harus digunakan daripada menggunakan bentuk respon terpisah untuk setiap pemimpin. Formulir ini menyediakan banyak informasi dan membutuhkan sedikit waktu untuk menyelesaikan. Perlu ditekankan bahwa bentuk harus dirancang sehingga tabulasi dapat dengan mudah dibuat. Menurut pendapat saya, lembar komentar banyak yang masih digunakan di mana konferensi itu diminta untuk menulis dalam respon mereka terhadap pertanyaan. Suatu bentuk dari jenis ini membuatnya sangat sulit untuk meringkas komentar dan menentukan pola-pola reaksi.

How to Supplement the Evaluation of the Conferees
At the Management Institute of the University of Wisconsin, sessions are always evaluated in terms of the reactions of the conferees. Occasionally the coordinator of the program felt that the group reaction was not a fair evaluation of the effectiveness of the program. Sometimes the conference leader’s personality made such an impression on the group that this person received a very high rating. In other sessions, the conference leader received a low rating because he or she did not have a dynamic personality. Therefore, some members of Management Institute adopted procedure by which the conference leader was rated by the coordinator as well as by the group. The form shown in Fig. 14-5 was used.
Bagaimana Mengevaluasi konferensi Tambahan
Di Institut Manajemen dari University of Wisconsin, sesi selalu dievaluasi dalam hal reaksi dari peserta konferensi. Kadang-kadang koordinator program merasa bahwa reaksi dari kelompok tersebut bukan evaluasi yang adil terhadap efektivitas program. Kadang-kadang kepribadian pemimpin konferensi membuat kesan seperti itu pada kelompok yang menerima peringkat sangat tinggi. Dalam sesi lain, pemimpin konferensi menerima Peringkat rendah karena dia tidak memiliki kepribadian yang dinamis. Oleh karena itu, beberapa anggota dari Institut Manajemen prosedur yang diadopsi oleh para pemimpin konferensi dinilai oleh koordinator kelompok juga. Formulir ditunjukkan pada Gambar. 14-5 digunakan.
This procedure in which the coordinator of the program also evaluates each conference leader was also used in an ASTD summer institute.It was found that a coordinator’s rating was usually close the group’s rating, but in some instances it varied considerably.
Prosedur ini di mana koordinator program ini juga mengevaluasi setiap pemimpin konferensi juga digunakan di musim panas institute ASTD ditemukan bahwa


FINAL REACTION SHEET
NAME OF PROGRAM_____________________________________Date _______________
1. How would you rate the overall program?
Excellent COMMENTS :
Very good
Good
Fair
Poor
2. To what extent will it help you do abetter job for your organization?
To a large extent COMMENTS :
To some extent
Very litte
3. What were the major benefits your received? (Check as many as you wish)
Helped confirm some of my ideas
Presented new ideas and approaches
Acquainted me with problems and solutions from other companies.
Gave me a good chance to look objectively at myself and my job.
Other Benefits:
4. How were the meeting facilities, luncheon arrangements. Etc?
Excellent COMMENTS :
Very good
Good
Fair
Poor
5. What would have improved this program?
6. Would you like to attend future programs of a similar nature?
Yes
No
Poor

Figure 14-3. Final Reaction Form

LEMBAR REAKSI FINAL
NAMA PROGRAM _____________________________________Tanggal _______________
1. Bagaimana Anda menilai program secara keseluruhan?
Bagus Komentar :
Sangat baik
Baik
Adil
Buruk

2. Sampai sejauh mana akan membantu Anda melakukan pekerjaan yang lebih baik untuk organisasi Anda
Untuk sebagian besar Komentar:
Untuk beberapa
sangat sedikit
3. Apa manfaat utama yang Anda terima? (tandai sebanyak yang Anda inginkan)
Membantu memastikan beberapa ide saya
Hadir ide-ide baru dan pendekatan
Mengenal saya dengan masalah dan solusi dari perusahaan lain.
Memberi saya kesempatan yang baik untuk melihat secara obyektif pada diri saya dan pekerjaan saya.
Manfaat lainnya:
4. Bagaimana fasilitas rapat, pengaturan makan siang. Dll? ?
Bagus Komentar :
Sangat baik
Baik
Adil
Buruk
5. Apa yang akan ditingkatkan program ini
6. Apakah Anda ingin mengikuti program masa depan yang sifatnya serupa?
Iya
Tidak
Buruk
______________________________________________________________________________________________
Gambar 14-3. Reaksi akhir Formulir.

koordinator rating biasanya adalah menutup rating kelompok tapi dalam beberapa kasus itu sangat bervariasi.
It is suggested that the training director in each company consider this approach. A trained observer such as the training director or another qualified person would fill out an evaluation form independent of the group’s reactions. An analysis of the two would give the best indication of the effectiveness of the program.
Disarankan bahwa direktur pelatihan di setiap perusahaan untuk mempertimbangkan pendekatan ini. Seorang pengamat terlatih seperti direktur pelatihan atau orang lain yang memenuhi syarat untuk mengisi evaluasi independen dari reaksi kelompok. Sebuah analisis dari dua akan memberikan indikasi terbaik dari efektivitas program.
Conclusions About Reaction
The first step in the evaluation process is to measure the reactions to training programs.It is important to determine how people feel about the programs they attend. Decisions by topmanagement are frequently based on one or two comments made by people who have attended. A supervisory training program may be canceled because one superintendent told the plant manager that “this program is for the birds”.
Kesimpulan Tentang Reaksi
Langkah pertama pada proses evaluasi adalah untuk mengukur reaksi terhadap program pelatihan. Sangat penting untuk menentukan apa yang orang rasakan tentang program-program yang mereka hadiri. Keputusan manajemen teratas sering didasarkan pada satu atau dua komentar yang dibuat oleh orang-orang yang telah menghadiri. Sebuah program pelatihan supervisi dapat dibatalkan karena salah satu pengawas mengatakan manajer pabrik bahwa "program ini adalah untuk burung".
Also, conferees who enjoy a training programs are more likely to obtain maximum benefit from it. According to spencer, “for maximum learning you must have interest and enthusiasm.” In a talk given by Cloyd Steinmetz,of Reynolds Metals and a past president of ASTD, he stressed : “it is not enough to say, ‘here is the information, take it?’ We must make it interesting and motivate them to want to take it.”
Juga, para peserta konferensi yang menikmati program pelatihan lebih mungkin untuk mendapatkan manfaat maksimal dari konferensi itu. ". Untuk mempelajari maksimum Anda harus memiliki minat dan antusiasme" Menurut Spencer, Dalam pembicaraan yang diberikan oleh Cloyd Steinmetz, Reynolds Logam dan presiden terdahulu ASTD, dia menekankan: "Tidaklah cukup untuk mengatakan, 'di sini adalah informasi, bawa "Kita harus membuatnya menarik dan memotivasi mereka untuk ingin mengambil.”















Facilities Rating_______ The overall program Rating_________

COMMENTS : COMMENTS:

Meals Rating_______ Suggestions for future programs :
COMMENTS :

FIGURE 14-4 Leader rating sheet for several leaders.


















Fasilitas Peringkat_______ Program keseluruhan Peringkat_________

KOMENTAR: COMMENTS:

makanan Peringkat______
Saran untuk program-program masa depan secara keseluruhan:
KOMENTAR :

GAMBAR 14-4 lembar rating pemimpin untuk beberapa pemimpin.


To evaluate effectively, training directors should begin by doing a good job of measuring the reactions and feelings of people who participate. It is important to dothis in an organized fashion,using written comment sheets which have been designed to obtain the desired reactions. It is also strongly suggested that the form be so designed that the comments can be tabulated and quantified. In the experience of the staff of the Management Institute, it is also desirable to have the coordinator, training director, or another trained observer make his or her own appraisal of the session in order to supplement the reactions of enrollees. The combination of these two evaluations is more meaningfull than either one by it self.
Untuk mengevaluasi secara efektif, direktur pelatihan harus dimulai dengan melakukan pekerjaan yang baik untuk mengukur reaksi dan perasaan orang yang berpartisipasi. Hal ini penting untuk dilakukan secara terorganisir, menggunakan lembar komentar tertulis yang telah dirancang untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan. Hal ini juga sangat disarankan bahwa formulir ini dapat dirancang sehingga komentar ditabulasi dan dihitung. Dalam pengalaman dari staf Institut Manajemen, juga diinginkan untuk memiliki seorang koordinator, direktur pelatihan, atau pengamat terlatih lainnya membuat penilaian sendiri dari sesi dalam rangka untuk menyelesaikan reaksi dari pendaftar. Kombinasi dari kedua evaluasi lebih bermakna daripada salah satu dengan sendirinya.













C. CONSTRUCTIVE COMMENTS
What would you suggest to improve future session?______________________________________

D. ADDITIONAL COMMENTS
___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
FIGURE 14-5.Leader rating sheet for single leader.
An instructor who has effectively measured the reactions of conferees and finds them to be very favorable can feel extremely proud. However, the instructor should also feel humble because the evaluation measurement has only begun. Even though he or she has done a good job measuring the reaction of the group, there is still no assurance that any learning has taken place. Neither is there any indication that the behavior of the participants will change because of the training program. And still further away is any realistic way of judging any results that can be attributed to the training program.
Seorang instruktur yang telah efektif mengukur reaksi peserta konferensi dan menemukan mereka untuk menjadi sangat menguntungkan bisa merasa sangat bangga. Namun, instruktur juga harus merasa rendah hati karena pengukuran evaluasi hanya permulaan. Meskipun ia telah melakukan pekerjaan yang baik untuk mengukur reaksi kelompok, masih ada jaminan bahwa setiap pembelajaran telah terjadi. Ada juga ada indikasi bahwa perilaku peserta akan berubah karena program pelatihan. Dan lebih jauh adalah cara realistis menilai hasil apapun yang mungkin terkait dengan program pelatihan.















C. Komentar membangun:
Apa yang akan Anda sarankan untuk meningkatkan masa depan sesi ?__
D. Komentar Tambahan
___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
GAMBAR 14-5. lembar Peringkat pemimpin untuk pemimpin tunggal.
An instructor who has effectively measured the reactions of conferees and finds them to be very favorable can feel extremely proud. However, the instructor should also feel humble because the evaluation measurement has only begun. Even though he or she has done a good job measuring the reaction of the group, there is still no assurance that any learning has taken place. Neither is there any indication that the behavior of the participants will change because of the training program. And still further away is any realistic way of judging any results that can be attributed to the training program.
Seorang instruktur yang telah efektif mengukur reaksi peserta konferensi dan menemukan mereka untuk menjadi sangat menguntungkan bisa merasa sangat bangga. Namun, instruktur juga harus merasa rendah hati karena pengukuran evaluasi hanya permulaan. Meskipun ia telah melakukan pekerjaan yang baik untuk mengukur reaksi kelompok, masih ada jaminan bahwa setiap pembelajaran telah terjadi. Ada juga ada indikasi bahwa perilaku peserta akan berubah karena program pelatihan. Dan lebih jauh adalah cara realistis menilai hasil apapun yang mungkin terkait dengan program pelatihan.
Step 2 : Learning
It is important to recognize that a favorable reaction to a program does not assure learning. All of us have attended meetings in which the conference leader or speaker used enthusiasm, showmanship, visual aids, and illustrations to make a presentation well accepted by the group. A careful analysis of the subject content would reveal that the speaker said practically nothing of value, but said it very well. It is also to recognize that an unfavorable reaction probably assures nolearning. It takes effort to learn, and “turned-off” participants won’t try.
Langkah 2 : Belajar
Hal ini penting untuk mengenali bahwa respon positif terhadap program tidak menjamin pembelajaran. Kita semua telah menghadiri pertemuan-pertemuan di mana pemimpin konferensi atau pembicara menggunakan antusiasme, kecakapan memainkan pementasan, alat peraga dan ilustrasi visual untuk memberikan presentasi diterima dengan baik oleh kelompok. Sebuah analisis yang cermat dari isi subjek akan mengungkapkan bahwa pembicara mengatakan praktis tidak ada nila, tapi sangat baik. Hal ini juga diakui bahwa reaksi yang tidak menguntungkan mungkin tidak menjamin adanya pembelajaran menyediakan nolearning. Ini adalah usaha untuk belajar, dan "dimatikan" peserta tidak mencoba.

Learning Defined
For the purpose of evaluation, learning is defined as follows : attitudes that were changed, and knowledge and skills that were learned. It does not include the on the job use of the attitudes, knowledge, and skills. This application will be discussed later in this chapter in the section on behavior.h

Penentuan Pembelajaran
Untuk Tujuan dari evaluasi, belajar didefinisikan sebagai berikut: mengubah sikap, pengetahuan dan keterampilan ketika telah belajar. Belajat tidak termasuk pada penggunaan pekerjaan sikap, pengetahuan dan keterampilan. menggunakan bekerja pada pengetahuan, sikap dan keterampilan. Aplikasi ini akan dibahas kemudian dalam bab ini di bagian perilaku.

Guidelines for Evaluating in Terms of Learning.
Several guidelines should be used in measuring the amount of learning that takes place:
1. the learning of each conferee shoul be measured so that quantitative results can be determined.
2. A before and after approach should be used so that any learning can be related to the program.
3. Where practical, a control group (not receiving the training) should be compared with the experimental group which receives the training.
4. Where practical, the evaluation results should be analyzed statistically so that learning can be proved in terms of rrelation or level of confidence.
These guidelines indicate that evaluation in terms of learning is much more difficult than evaluation in terms of reaction, as described earlier. A knowledge of statistics, for example,is desirable. In many cases,the training department will have to call on the assistance to help plan the evaluation procedures, analyze the data, and interpret the results
Pedoman untuk evaluasi dalam hal belajar.
Beberapa pedoman harus digunakan untuk mengukur jumlah pembelajaran yang terjadi:
1. pembelajaran masing-masing konferensi akan diukur sehingga hasil kuantitatif dapat ditentukan.
2. Sebuah pendekatan before-after yang harus digunakan sehingga belajar apapun dapat berhubungan dengan program.
3. Studi kasus, kelompok kontrol (tidak menerima pelatihan) harus dibandingkan dengan kelompok eksperimen menerima pelatihan.
4. Praktis , hasil evaluasi harus dianalisa secara statistik sehingga pembelajaran dapat dibenarkan dalam hal tingkat kepercayaan atau hubungan.
Pedoman ini menunjukkan bahwa evaluasi dalam hal belajar adalah jauh lebih sulit daripada evaluasi dalam hal reaksi, seperti dijelaskan sebelumnya. Sebuah pengetahuan statistik, misalnya, adalah diinginkan. Dalam banyak kasus, departemen pelatihan harus meminta bantuan untuk membantu merencanakan prosedur untuk evaluasi, data menganalisis, dan menafsirkan hasilnya.

Suggested Methods
Classroom Performance. It is relatively easy to measure the learning that takes place in training programs that are teaching skills. The following programs fall under this category : job instruction training, work simplication,interviewing skills, reading improvement, effective speaking, and effective writing. Classroom activities such as demonstrations, individual performance of the skill being taught, and discussions following a role playing situation can be used as evaluation techniques. The training director can organize these in such a way that he or she will obtain a fairly objective evaluation of the learning that is taking place.
Metode yang disarankan
Kinerja di dalam kelas. Hal ini relatif mudah untuk mengukur pembelajaran yang terjadi dalam program-program pelatihan yang mengajarkan keterampilan. Program-program berikut termasuk dalam kategori ini: pelatihan kerja, penyederhanaan kerja, keterampilan wawancara, perbaikan, efektif berbicara dan menulis membaca yang efektif. Kegiatan pendidikan seperti demonstrasi, kinerja individu keterampilan mengajar, dan diskusi menyusul situasi peran dapat digunakan sebagai teknik evaluasi. Direktur pelatihan dapat mengatur ini sedemikian rupa sehingga ia akan mendapatkan penilaian yang cukup obyektif dari pembelajaran yang terjadi.
For example, in a course that is teaching job instruction training (JIT) to supervisors, every supervisor will demonstrate in front of the class the skills of JIT. From their performance, the training director can tell whether the supervisors have learned the principles of JIT and can use them, at least in a classroom situation. In a work simplification program, the conferees can be required to fill out a “flow process chart,” and the training director can determine whether they know how to do it. In a reading improvement program, the reading speed and comprehension of the participants can be readily determined by their classroom performance. In an effective speaking program, each conferee is normaly required to give a number of talks, and an alert training director can evaluate the amount of learning that is talking place by observing the individual’s successive performances.
Sebagai contoh, dalam kursus yang mengajarkan pelatihan instruksi pekerjaan (JIT) untuk supervisor, pembimbing/pengawas masing-masing akan menunjukkan di depan kelas keterampilan JIT. Dari kinerja mereka, manajer pelatihan dapat menunjukkan apakah supervisor telah belajar prinsip-prinsip JITdan dapat menggunakannya, setidaknya dalam situasi kelas. Dalam program penyederhanaan kerja, Kongres mungkin perlu mengisi "diagram proses aliran" dan pelatih dapat menentukan apakah mereka tahu caranya. Dalam program peningkatan membaca, kecepatan membaca dan pemahaman dari para peserta dapat dengan mudah ditentukan oleh kinerja mereka di kelas. Dalam program intervensi yang efektif, setiap peserta konferensi biasanya diperlukan untuk memberikan serangkaian pembicaraan dan peringatan manajer pelatihan dapat mengevaluasi jumlah pembelajaran yang berbicara tempat menonton presentasi berturut individu.
Thus in situations like these, an evaluation of the learning can be built into the program. If it is organized and implemented, the training director can obtain a fairly objective measure of the amount of learning that has taken place. He or she can set up before and after situations in which the conferees demonstrate whether they know the principles and techniques being taught. In every program, therefore, where skills of some kind are being taught, the training director should plan systematic classroom evaluation to measure the learning.
Jadi dalam situasi seperti ini, evaluasi pembelajaran dapat dibangun ke dalam program. Jika terorganisir dan dilaksanakan, direktur pelatihan dapat memperoleh ukuran yang cukup obyektif jumlah pembelajaran yang telah terjadi. Dia atau dia dapat mengatur sebelum dan setelah situasi di mana konferensi menunjukkan apakah mereka mengetahui prinsip-prinsip dan teknik yang diajarkan. Dalam setiap program, oleh karena itu, di mana keterampilan dari beberapa jenis diajarkan, direktur pelatihan harus merencanakan secara sistematis untuk mengukur evaluasi kelas belajar.
Paper and Pencil Tests. Where principles and facts are taught rather than skills, paper and pencil tests can be used. In some cases, standardized tests can be Purchased to measure learning. In other cases, training directors must construct their own. To measure the learning in human relations programs, for example, the Supervisory Inventory on Human Relations might be used. Sample test items are listed in Fig 14-6 (answered by circling A for “agree” or DA for “disagree”).
Tes tertulis. Dimana prinsip dan fakta diajarkan bukan tes keterampilan, tes tertulis dapat digunakan. Dalam beberapa kasus, tes standar dapat dibeli untuk mengukur pembelajaran. Dalam kasus lain, direksi harus membangun pelatihan mereka sendiri. Untuk mengukur pembelajaran dalam program hubungan manusia, misalnya, Inventory Pengawas Hubungan Manusia dapat digunakan. Contoh item tes yang tercantum pada Gambar 14-6 (dijawab dengan melingkari S untuk "setuju" atau TS untuk "tidak setuju")










Figure 14-6. Test to measure learning. (Copyright © 1993 by D.L. Kirkpatrick. Published by Dr. D. L. Kirkpatrick, 1920 Hawthorne Drive, Elm Grove, WI 53122)











Gambar 14-6. Tes untuk mengukur pembelajaran. (Hak Cipta © 1993 oleh DL Kirkpatrick. Diterbitkan oleh Dr DL Kirkpatrick, 1920 Hawthorne Drive, Elm Grove, WI 53122)

Standardized tests are also available in such areas as communications, time management, managing change, leadership, decision making,modern management and safety. In following the guidelines that were suggested in the beginning of this chapter,this kind of standardized test should be used in the following manner :
1. the test should be given to a conrol group which is comparable with the experimental group.
2. If practical, it should also be given to control group which is comparable with the experimental group.
3. The pretests should be analyzed in terms of two approaches. In the first place, the total score of each person should be tabulated. Second, the responses toeach item of the inventory should be tabulated in terms of right and wrong answers. This second tabulation not only enables a training director to evaluate the program but also provides some tips on the knowledge and understanding of the group, prior to the program. This means that in the classroom, the training director can stress those item most frequently misunderstood.
4. After the program is over, the same test or its equivalent should be given to the conferees and also to the control group. A comparison of pretest and posttest scores and responses to individual items can then be made. A statistical analysis of this data will reveal the effectiveness of the program in terms of learning.
Tes standar juga tersedia di berbagai bidang seperti komunikasi, manajemen waktu, manajemen perubahan, kepemimpinan, pengambilan keputusan, manajemen modern dan keamanan. Dalam mengikuti panduan yang diusulkan di awal bab ini, Anda harus menggunakan jenis tes standar sebagai berikut:
1. bukti harus diberikan kepada kelompok kontrol yang sebanding dengan kelompok eksperimental.
2. Jika memungkinkan, juga harus diberikan kepada kelompok kontrol yang sebanding dengan kelompok eksperimental.
3. Para pretest harus dianalisis dari segi kedua pendekatan tersebut. Pertama, total skor setiap orang harus ditabulasikan. Kedua, unsur tanggapan untuk setiap utem persediaan harus ditabulasikan dalam hal jawaban yang benar dan salah. Tabulasi kedua tidak hanya memungkinkan direktur pelatihan untuk mengevaluasi program pelatihan, tetapi juga memberikan panduan pada pengetahuan dan pemahaman kelompok sebelum program. Ini berarti bahwa di dalam kelas, direktur pelatihan dapat menekankan butir tersebut sering disalahpahami.
4. Setelah program selesai, tes yang sama atau setara harus diberikan kepada para peserta konferensi dan kelompok kontrol. Sebuah perbandingan nilai pre-test dan post-test dan jawaban untuk item individu maka dapat dibuat. Sebuah analisis statistik akan mengungkapkan efektivitas program dalam hal belajar.
One important word of caution is necessary : Unless the test or inventory accurately covers the material presented, it will not be a valid measure of the effectiveness of the learning. Frequently a standardized test will cover only part of the material presented in the course. Therefore, only that part of the course covered in the inventory is being evaluated. Likewise, if certain items on the inventory are not being covered, no change in these items can be expected.
Sebuah kata penting dari hati-hati diperlukan: kecuali tes atau inventaris meliputi materi yang disajikan secara akurat, tidak akan menjadi ukuran valid efektivitas pembelajaran. Sebuah tes standar sering hanya bagian dari materi yang disampaikan dalam kursus. Oleh karena itu, hanya bagian dari program yang tercakup dalam persediaan sedang dievaluasi. Demikian juga, jika item tertentu dalam persediaan tidak sedang tertutup, Anda tidak bisa mengharapkan perubahan apapun dalam masalah ini.
Many training directors and others responsible for programs have developed their own paper and pensil tests to measure learning in their programs. For example, the American Telephone and Telegraph Company incorporated into its Personal Factors in Management program a short tets measuring trainee sensitivity and empathy. First, each individual was asked to rank, in order of importance, 10 items dealing with human relations. The participants were then assigned to group ranking of the 10 statements. Following this 15 minute “heated discussion” each individual was asked to complete a short inventory, which included the following questions :
Banyak manajer pelatihan dan pengelola program lainnya telah mengembangkan tes tertulis sendiri untuk mengukur pembelajaran dalam program mereka. Sebagai contoh, Amerika dan Telepon Telegraph Company yang tergabung dalam faktor-faktor pribadi mereka dalam mengelola program tes singkat untuk mengukur sensitivitas dan emapati peserta latihan. Pertama, setiap individu diminta untuk peringkat dalam urutan kepentingan, 10 masalah yang terkait dengan hubungan manusia. Peserta ditugaskan, untuk klasifikasi kelompok dari 10 pernyataan. Setelah 15 menit "diskusi panas" setiap individu diminta untuk melengkapi persediaan singkat, yang mencakup pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. a.Were you satisfied with the performance of the group? Yes_ No_
b. How many will say that they were satisfied with the performance of the group?
2. a. Do you feel that the discussion was dominated by two or three members? Yes__ No__
b. How many will say that they thougth the discuccion was dominated by two or three members?
3. a. Did you have any feelings about the items being ranked that, for some reason, you felt it wise not to express during the discussion? Yes__ No__
b. How many will say that they had such feelings?
4. a. Did you talks as often as you wished to in the discussion? Yes__ No__
b. How many will say that they spoke as often as they wished?

1. a. Apakah Anda puas dengan kinerja kelompok? iya___tidak___
b. Berapa banyak yang akan mengatakan bahwa mereka puas dengan kinerja kelompok?
2. a. Apakah Anda pikir diskusi didominasi oleh dua atau tiga anggota? Iya__ Tidak__
b. Berapa banyak yang akan mengatakan mereka pikir diskusi didominasi oleh dua atau tiga anggota?
3. a. Apakah Anda memiliki perasaan tentang barang yangperingkat itu, untuk beberapa alasan, Anda merasa tidak bijaksana untuk mengungkapkan selama diskusi? Iya__ Tidak__
b. Berapa banyak yang akan mengatakan mereka memiliki perasaan seperti itu?
4. a. Apakah Anda memiliki pembicaraan sesering yang Anda inginkan, dalam diskusi? Iya__ Tidak__
b. Berapa banyak yang akan mengatakan bahwa mereka berbicara sesering yang mereka inginkan?

The successive class sessions then attempted to teach conferee to be more sensitive to the feelings and ideas of other people. Later in the course, another “emphaty” test was given to see whether there was an increase in sensitivity.
Sesi kelas berturut-turut kemudian mencoba untuk mengajarkan peserta konferensi untuk lebih peka terhadap perasaan dan ide-ide orang lain. Kemudian dalam kursus tersebut, ekspresi lain dari "empati" diberikan untuk melihat apakah ada peningkatan sensitivitas.
In Morris A. Savitt’s article entitled “ Is Management Training Worthwhile? . He described a program that he evaluated. He devised a questionnaire which was given at the beginning of the program “to determine how much knowledge of management principles and practices the conferees had at the beginning.” At the end of the 10 week program, the same questionnaire was administered to test the progress made during the course. This is an example of a questionnaire tailored to a specific program.
Dalam artikel oleh Morris A. Savitt berjudul "Apakah Pelatihan Manajemen Bermanfaat?” Dia menggambarkan sebuah program yang ia evaluasi. Ia merencanakan suatu kuisioner yang diberikan pada awal program “untuk menentukan seberapa banyak pengetahauan tentang prinsip-prinsip manajemen dan praktek anggota konferensi pada awalnya. Pada akhir program minggu ke-10 kuesioner yang sama diberikan untuk menguji kemajuan yang dibuat selama tes. Ini adalah contoh dari kuesioner disesuaikan dengan program tertentu.
Paper and pencil tests can be used effectively in measuring the learning that takes place in a training program. It should be emphasized again that the approach to this kind of evaluation should be systematic and statistically oriented. A comparison of before and after scores and responses can then be made to prove how much learning has taken place.
Tes tertulis dapat digunakan secara efektif untuk mengukur pembelajaran yang terjadi dalam program pelatihan. Harus ditekankan lagi bahwa fokus dari jenis evaluasi harus sistematis dan berorientasi statistik. Kemudian dapat dibandingkan sebelum dan sesudah nilai dan jawaban untuk membuktikan berapa banyak pembelajaran yang telah terjadi.

Conclusion About Place
It is easy to see that is so much more difficult to measure learning than it is to measure reaction to a program. A great deal of work is required in planning the evaluation procedure, in analyzing the data that is obtained, and in interpreting the results. Where ever practical, it is suggested that training directors devise their own methods and techniques. As has been pointed out in this section, it is relatively easy to plan classroom demonstrations and presentations to measure learning where the programis aimed at the teaching of skills. Where attitudes, knowledge, and skills are the objectives of the training program, it is advisable to use a paper and pencil test. Where suitable standardized tests can be found,it is easier to use them. In many programs, however, it is not possible to find a standardized test, and training directors must use yheir skill and ingenuity in devising their own measuring instruments.
Kesimpulan tentang tempat
Merupakan hal yang mudah untuk melihat bahwa jauh lebih sulit untuk mengukur pembelajaran daripada mengukur reaksi terhadap program. Sebuah perjanjian yang baik dari bekerja diperlukan dalam perencanaan prosedur penilaian dan analisis data yang diperoleh dalam interpretasi hasil. Praktis, disarankan bahwa manajer pelatihan untuk merancang metode mereka sendiri dan teknik. Seperti disebutkan dalam bagian ini, relatif mudah untuk rencana demonstrasi kelas dan presentasi untuk mengukur mana program untuk mengajarkan keterampilan belajar. Ketika tujuan dari pelatihan keterampilan, pengetahuan dan sikap, Anda harus menggunakantes tertulis. Dimana tes standar yang tepat dapat ditemukan, lebih mudah untuk digunakan. Dalam banyak program, bagaimanapun, adalah mungkin untuk menemukan tes standar dan manajer pelatihan harus menggunakan keterampilan dan kecerdikannya dalam mengembangkan instrumen pengukuran sendiri.
If training directors can prove that their programs have been effective in terms of learning as well as in terms of reaction, they have objective data to use in selling future programs an increasing their status and position in the company.
Jika manajer pelatihan dapat menunjukkan bahwa program mereka telah efektif dalam hal belajar, serta dalam hal reaksi, mereka memiliki data obyektif untuk digunakan dalam program penjualan masa depan meningkatkan status dan posisi dalam perusahaan.

Step 3 : Behavior
A personal experience may be the best may of introducing this section. When I joined the Management Institute of the University of Winconsin, one of my first assignments was to sit through a one week course called “Human Relations for Foremen and Supervisors.” During the week I was particulary impressed by a foreman named Herman from a Milwaukee company. Whenever a conference leader asked question requiring a good understanding of human relations principles and techniques, Herma was the first one who rised his hand. He had all the answers in terms of good human relations approaches. I was very much impressed, and I said to myself, “If I were in industry, I would like to work for a man like Herman.”
Langkah 3: Perilaku
Sebuah pengalaman pribadi mungkin dapat menjadi pengantar terbaik pada bagian ini. Ketika saya bergabung dengan Institute of Management, Universitas Wisconsin, salah satu pekerjaan pertama saya adalah untuk duduk melalui kursus satu minggu disebut "Hubungan Manusia mandor dan pengawas." Selama seminggu saya sangat terkesan oleh mandor dari sebuah perusahaan bernama Herman Milwaukee. Setiap kali seorang pemimpin konferensi mengajukan pertanyaan yang membutuhkan pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip hubungan manusia dan teknik, Herman adalah orang pertama yang mengangkat tangannya. Dia memiliki semua jawaban dalam hal yang baik pendekatan hubungan manusia. Saya sangat terkesan, dan saya berkata kepada diri sendiri, "Jika aku berada di industri, saya ingin bekerja untuk orang seperti Herman."
It so happened that I had a first cousin who was working for that company. And oddly enough Herman Was his boss. At my first opportunity, I talked with my cousin Jim and asked him about Herman. Jim told me that Herman might know all the principles and techniques of human relations, but he certainly did not practice them on the job. He performed like the typical “bull of the woods” and had little consideration for the feelings and ideas of his subordinates. At this time I began to realize there may be a big difference between knowingprinciples and techniques and using them on the job.
Hal tersebut juga terjadi dimana saya memiliki sepupu yang bekerja untuk perusahaan tersebut. Dan anehnya Herman bosnya. Dalam kesempatan pertama saya, saya berbicara dengan sepupuku Jim dan bertanya tentang Herman. Jim memberitahu saya bahwa Herman bisa mengetahui semua prinsip dan teknik hubungan manusia, tetapi dia jelas tidak berlatih di tempat kerja. Dia bertindak seperti "Banteng hutan" yang khas dan kurang memperhatikan perasaan dan ide-ide bawahan mereka. Pada saat ini mulai menyadari mungkin ada perbedaan besar antara prinsip pengetahuan dan teknik dan menggunakannya di tempat kerja.

Five requirements must be met for change in behavior to occur :
1. Desire to change
2. Know how of what to do and how to do it
3. The right job climate
4. Help in applying the classroom learning
5. Rewards for changing behavior

Lima persyaratan untuk mengubah perilaku terjadi:
1. Keinginan untuk berubah
2. Mengetahui bagaimana, apa dan bagaimana melakukannya
3. Iklim kerja yang benar
4 Bantuan dalam penerapan pembelajaran di kelas
5. Hadiah untuk mengubah perilaku
The third requirement refers primarity to the boss of the person being trained. If he or she established a preventive or discouraging climate, no change in behavior is likely to occur even if the trainee is anxious to change and has acquired the necessary knowledge and skill. If the climate is neutral or encouraging, the change in behavior is apt to take place.
Persyaratan ketiga yang diutamakan mengacu kepada atasan dari orang-ornag yang sedang dilatih. Jika ia mendirikan sebuah iklim mengecilkan hati atau preventif, tidak ada perubahan dalam perilaku mungkin, bahkan jika pelajar bersedia untuk mengubah dan telah memperoleh pengetahuan yang diperlukan dan keterampilan. Jika cuaca netral atau mendorong perubahan perilaku adalah mungkin untuk mengambil tempat.
Several guidelines are to be followed iinevaluating training programs in terms; of behavioral changes:
1. A system appraisal should be made of on the job performance on before and after basis.
2. The appraisal of performance should be made by one or more of the folloing groups (the more the better)
a. The person receiving the training
b. The person’s supervisor or superior
c. The person’s subordinates
d. The person’s peers or other people thoroughly familiar with his or her performance.
3. A statistical analysis should be made to compare performance before and after and to relate changes to the training program.
4. The posttraining appraisal should be made three months or more after the training so that the trainees have an opportunity to put into practice what they have learned. Subsequent appraisals may add to the validity of the study.
5. A control group (not receiving the training) , if practical, should be used.
Beberapa pedoman yang harus diikuti dalam mengevaluasi program pelatihan dalam hal, perubahan perilaku:
1. Sebuah system penilaian harus terbuat dari kinerja pekerjaan pada sebelum dan sesudah basis.
2. Evaluasi kinerja harus dilakukan oleh satu atau lebih kelompok pengikur (yang terbaik)
a. Orang yang menerima pelatihan
b. Pengawas individu atau atasan
c seorang bawahan
d. orang bawahan Mitra dari orang atau orang lain secara menyeluruh akrab dengannya atau kinerjanya. benar akrab dengan kinerjanya.
3. Sebuah analisis statistik harus dilakukan untuk membandingkan kinerja sebelum dan sesudah dan berhubungan perubahan dalam program pelatihan.
4. Penilaian Posttraining dibuat tiga bulan atau lebih setelah pelatihan sehingga peserta memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari. Tes lebih lanjut dapat ditambahkan ke validitas penelitian
5. Sebuah kelompok kontrol (menerima pelatihan tidak ada), jika memungkinkan, dapat digunakan.

A “Supervisory Skills” Institute
At the Management Institute, University of Winconsin, a three day institute called “Supervisory Skills” was evaluated. The institute covered six topics : order giving, training employees, appraising employee performance, preventing and handling grievances, decision making, and initiating change. A questionnaire was completes by each supervisor who attended the institute to obtain information on the participant, the company, and the participant’s relationship with his or her immediate boss. Specific information was obtained on :
Sebuah "Pengawas Keterampilan" Institut
Di Institut Manajemen, Universitas Winconsin, sebuah lembaga tiga hari disebut "Teknik Pengawasan". Lembaga meliputi enam topik: rangka memberikan, pelatihan karyawan, menilai kinerja karyawan, pencegahan dan penanganan keluhan, pengambilan keputusan, dan memulai perubahan. Sebuah kuesioner diselesaikan oleh masing-masing supervisor yang hadir di institute untuk melengkapi informasi tentang peserta, perusahaan dan hubungan peserta perusahaan, dan hubungan peserta dengan atasannyahhis atau atasan langsungnya. Informasi spesifik diperoleh pada:

1. The participant : job, experience, education, age, reasons for attending the program, and what he or she hopes to learn.
2. The company : size, type, and climate for change
3. The participant’s boos : years spent as boss, the climate he or she sets for change, and involvement in sending the person mto the institute.
1. Peserta: kerja, pengalaman, pendidikan, usia, partisipasi dalam program, dan apa yang dia harapkan untuk belajar.
2. Perusahaan: ukuran, jenis dan perubahan iklim
3. Ejekan peserta: tahun yang dihabiskan sebagai bos/atasan , iklim, ia merancang untuk perubahan dan partisipasi dalam mengirimkan orang MTO Institute.
Interviewers were conducted with each participant within two or three months following the institute. The interviewers were conducted in the participant’s company to obtain information regarding changes in behavior that had taken place on the job. In addition, interviewers were conducted with the participant’s immediate supervisor as another measure of changes in the participant’s behavior.
Pewawancara dilakukan dengan peserta masing-masing dalam dua atau tiga bulan setelah mengikuti lembaga ini. wawancara dilakukan dengan peserta untuk memperoleh informasi tentang perubahan perilaku yang telah terjadi di tempat kerja. Selain itu, pewawancara dilakukan dengan atasan langsung peserta sebagai ukuran lain perubahan dalam perilaku peserta.
Examples of specific questions are shown in Fig. 14-7. In addition to measuring changes in behavior, determining what results were achieved was also attemped. Questions asked of both the participant and his or her boss are shown in Fig. 14-6. Although the design of the evaluation was relatively simple, it provided data to indicate that significant changes in both behavior and results were achieved.
Contoh pertanyaan spesifik ditunjukkan dalam Gambar 14-7. Selain mengukur perubahan perilaku, menentukan apa hasil yang dicapai juga diterapkan. Pertanyaan dari peserta dan atasannya yang ditunjukkan pada Gambar 14-6. Meskipun desain evaluasi adalah relatif sederhana, menyediakan data untuk menunjukkan bahwa itu membuat perubahan signifikan dalam perilaku dan hasil.
Conclusions About Behavior
The future of training directors and their programs depends to a large extent on their effectiveness. To determine effectiveness, attempts should be made to measure in objective terms. Measuring changes in behavior resulting fromtraining programs usually involves a complicated procedure. But it is worthwhile if are training programs are going to increase in effectiveness and their benefits are to be made clear to top management.
Training employees Yes No Not Sure
a. Since the supervisor attended
the program, are his or her new or transferred employees better trained
Training Method Participant
Always Participant
Usually Participant
somestimes Participant
Never
b. before the program, who trained the workers?
c. Since the program, who trained the workers?

Progres in training effectiveness Does
Not
Apply Much
more Some-
What
More No-
change Some-
What
less Much
Less Don’t
Know
d. Since the program, if someone else trains the employees, has the supervisor become more observant and taken a more active interest in the training process?
e. Since the program, if the supervisor trains the employees, is he or she making more of an effort in seeing that the employees are well trained?
f. Since the program, is the supervisor more inclined to be patient while training?
g. Since the program, while teaching an operation, is the supervisor asking for more question to ensure understanding?
h. Since the program, is the supervisor better to prepared to teach?
i. Since the program, is the supervisor doing more follow-up to check the trainees progress?

Figue 14-7. Examples of supervisor interview questions in Kirkpatrick study

Training employees IYa Tidak Tidak Yakin
a. Sebagai pengawas berpartisipasi dalam program ini adalah dipekerjakan kembali atau ditransfer terbaik dilatih
Metode pelatihan peserta
selalu peserta
biasanya Peserta
kadang-kadang peserta
tidak pernah
b. sebelum program yang melatih pekerja
c. sejak program yang melatih pekerja

Kemajuan dalam efektifitas pelatihan Apakah
tidak
berlaku
Lebih banyak agak
lebih Tidak berubah agak
kurang banyak
kurang Tidak tahu
d. Sejak program ini, jika orang lain untuk melatih karyawan, supervisor telah menjadi lebih jeli dan mengambil bunga lebih aktif dalam proses pelatihan?

e. sejak program ini, jika master melatih karyawan, dia atau dia membuat upaya yang lebih dalam melihat bahwa karyawan yang terlatih
f. Sejak program ini, supervisor lebih cenderung untuk bersabar saat pelatihan?
g. Sejak program ini, saat mengajar operasi, supervisor meminta pertanyaan lagi untuk memastikan pemahaman?
h. Sejak program ini, supervisor yang lebih baik untuk dipersiapkan untuk mengajar?
i. Sejak program ini, supervisor melakukan lebih banyak tindak lanjut untuk memeriksa kemajuan peserta pelatihan

Gambar 14-7. Contoh pertanyaan wawancara pengawas dalam studi Kirkpatrick.
Kesimpulan tentang Perilaku.
Masa depan manajer pelatihan dan program-program mereka sebagian besar bergantung pada efektivitas. Untuk menentukan efiktifitas, upaya harus dilakukan untuk mengukur dalam hal obyektif. Mengukur perubahan perilaku yang dihasilkan dari program pelatihan biasanya melibatkan prosedur yang rumit. Tapi ini layak jika program pelatihan akan meningkatkan efektivitas dan manfaat harus dibuat jelas untuk manajemen puncak.
It is obvious that very few training directors have the background, skill, and time to engage in extensive evaluations. It is therefore frequently necessary to call on industrial psychologists, research people, and consultants for advise and help.
Sudah jelas bahwa direktur pelatihan memiliki latar belakang sedikit pelatihan, keterampilan dan waktu untuk terlibat dalam evaluasi. Oleh karena itu, sering perlu untuk memanggil psikolog industri, peneliti, pencarian orang dan konsultan untuk bantuan dan saran

1. to what extent has the program improved the supervisor’s working relationship with his boss?
To a large extent
To some extent
No change
Made it worse
2. Since the program, how much two-way communication has taken place between the participant and his subordinates?

Much more
Somewhat more
No change
Somewhate less
Much less
Don’t know
3. Since the program, is the participant taking a more active interest in employee?

Much more
Somewhat more
No change
Somewhate less
Much less
Don’t know
4. On an overall basis, to what extent has the supervisor’s job behavior changed since the program?
Supervisory Areas Much
better Somewhat
Better No
Change Somewhat
Worse Much
Worse Don’t know
a. Order Giving
b. Training
c. Decision Making
d. Initiating Change
e. Appraising Employee Performance
f. Preventing and Handling Grievances
g. Attitude toward Job
h. Attitude toward Subordinates
i. Attitude toward Management

5. In regard to the following results, whatchanges have been noticed since the participant’s attendance in the program?
Performance Bench Marks Much
better Somewhat
Better No
Change Somewhat
Worse Much
Worse Don’t know
a. Quantity of Production
b. Quality of Production
c. Safety
d. Housekeeping
e. Employee Attitudes and Morale
f. Employee Attendance
g. Employee Promptness
h. Employee Turnover

__________________________________________________________________________________
FIGURE 14-8. Interview questions for supervisor and boss in Kirkpatrick study

1. sejauh mana program telah meningkatkan hubungan atasan bekerja dengan bosnya?
Untuk sebagian besar
Untuk beberapa
Tidak berubah
Membuat lebih buruk
2. Sejak program ini, berapa banyak komunikasi dua arah telah terjadi antara peserta dan bawahannya?
Sangat banyak
Beberapa
Tidak berubah
Somewhate less
jauh lebih sedikit
Tidak tahu
3. Sejak program ini, adalah peserta mengambil bunga lebih aktif dalam karyawan?
Sangat banyak
Beberapa
Tidak berubah
Somewhate less
jauh lebih sedikit
Tidak tahu

4. Pada dasarnya secara keseluruhan, sampai sejauh mana memiliki perilaku pekerjaan atasan berubah sejak program ini?
Pengawas Daerah banyak
lebih baik agak
lebih baik Tidak Berubah agak
buruk banyak
buruk Tidak tahu
a. angka memberikan
b. Pelatihan
c. Pengambilan keputusan
d. memulai perubahan
e. penilaian kinerja karyawan

f. pencegahan dan penanganan keluhan
g. sikap terhadap pekerjaan
h. sikap terhadap bawahan
i. sikap terhadap manajemen

5. Sehubungan dengan hasil sebagai berikut, perubahan apa yang telah terlihat sejak kehadiran peserta dalam program ini?
kinerja tanda bangku Banyak lebih baik Agak lebih baik Tidak berubah Agak buruk Banyak buruk Tidak tahu
a. kuantitas produksi
b. kualitas produksi
c. keselamatan
d. kebutuhan berumah tangga
e. sikap dan moral karyawan
f. kehadiran karyawan
g. ketepatan karyawan
h. perputaran karyawan


Gambar 14-8 Angka wawancara pertanyaan untuk supervisor dan bos di Kirkpatrick studi

Step 4 : Results
The objectives of most training programs can be stated in terms of results such as reduced turnover, reduce cost, improve efficiency, reduction in grievances, increase in quality and quantity of production, or improved morale. From an evaluation standpoint, it would be best to evaluate training programs directly in terms of results desired. There are, however, so many complicating factors that it is extremely difficult, if not impossible, to evaluate certain kinds of programs in terms of results. Therefore, it is recommended that training directors evaluate in terms of reaction, learning and behavior first and then consider results.
Langkah 4: Hasil
Tujuan dari program pelatihan yang paling dapat dinyatakan dalam bentuk hasil seperti omset berkurang, mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi, mengurangi keluhan, meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, atau moral ditingkatkan. Dari sudut pandang evaluasi, akan lebih baik untuk mengevaluasi program pelatihan secara langsung dalam hal hasil yang diinginkan. Namun, faktor yang rumit begitu banyak sehingga sangat sulit, kalau bukan mustahil, untuk mengevaluasi jenis program tertentu dalam hal hasil. Oleh karena itu, disarankan agar direksi mengevaluasi pelatihan dalam hal reaksi, belajar dan perilaku pertama dan kemudian mempertimbangkan hasilnya.
Certain kinds of training programs, though, are relatively easy to evaluate in terms of results. For example, in teaching clerical personnel to do amore effective typing job, you can measure the number of words per minute on a before and after basis. If you are not trying to reduce grievances in your palnt, you can measure the number of grievances before and after training program. If you are attemping to reduce accidents, a before and after measure can be made. But a word of caution : A difficulty in the evaluation of the training is ivident at the outset, technically called “the separation of variables” ; that is, how much of the improvement is due to training as compared to other factors: This is the problem that makes it very difficult to measure results than can be attributed directly to specific training program..
Beberapa jenis program pelatihan, relatif mudah untuk mengevaluasi dalam hal hasil. Sebagai contoh, dalam pengajaran dan administrasi personel untuk melakukan pekerjaan mengetik secara lebih efektif , Anda dapat mengukur jumlah kata per menit atas dasar sebelum dan sesudah. Jika Anda tidak mencoba untuk mengurangi keluhan pada rencana Anda, Anda dapat mengukur jumlah keluhan sebelum dan setelah program pelatihan. Jika Anda sedang berusaha untuk mengurangi kecelakaan , ukuran sebelum dan setelah dapat dibuat. Tapi kata hati-hati: Sebuah kesulitan dalam evaluasi dari pelatihan ini adalah devident di awal, secara teknis disebut "pemisahan variabel", yaitu, berapa banyak perbaikan karena pelatihan dibandingkan dengan faktor-faktor lain: Ini adalah masalah yang membuatnya sangat sulit untuk mengukur hasil daripada yang dapat dikaitkan secara langsung untuk program pelatihan khusus

A “Cost-Reduction” Institute
A number of years ago, two graduate students at the University of Wisconsin attempted to measure the results of a cost-reduction institute conducted by the Management Institute. Two techniques were used. The first was to conduct depth interviews with some of the supervisors who had attended the course and with their immediate superiors. The other technique was to mail questionnaires the remaining enrollees and their supervisors. Following is a brief summary of that study.

Sebuah "Biaya-Pengurangan" Institute
Beberapa tahun yang lalu, dua mahasiswa di Universitas Winconsin berusaha untuk mengukur hasil dari lembaga pengurangan biaya yang dilakukan oleh Institute of Management. Dua teknik yang digunakan. Yang pertama adalah melakukan wawancara mendalam dengan beberapa supervisor yang telah mengikuti kursus dan dengan atasan langsung mereka. Teknik lain adalah dengan kuesioner mail pelamar tersisa dan supervisor mereka. Berikut ini adalah ringkasan singkat dari penelitian tersebut.

Depth Interviews
Interview with Trainees
1. Have you been able to reduce costs in the few weeks that you have been on the job?
Replies : 13— Yes
3— No
2— Noncommittal or evasive
1— Failed to answer
2. How? What were the estimated savings? Different types of replies indicated that the 13 people who said they had made cost reductions had done so in different areas. But their ideas stemmed directly from the program, according to these trainees.
Interviwe with Superiors. Eight of the cost reduction actions described by the trainees were confirmed by the immediate superior, and these superiors estimated total savings to be from $15,000 to $21,000 per year. The specific ideas that were used were described by superiors as well as by the trainees.
Wawancara mendalam
Wawancara dengan peserta pelatihan.
1. Apakah Anda mampu mengurangi biaya dalam beberapa minggu Anda telah bekerja?
Jawab : 13-----Ya
3-----Tidak
2----- datar atau mengelak
1-----tidak menjawab
2. Bagaimana? Apa yang diperkirakan penghematan? Berbagai jenis respon menunjukkan bahwa 13 orang yang mengatakan mereka telah mengambil pemotongan biaya yang telah dilakukan di berbagai bidang. Tapi ide-ide mereka mengalir langsung dari program ini, menurut para peserta. Wawancara dengan atasannya. Delapan dari langkah-langkah pengurangan biaya yang digariskan oleh para peserta dikonfirmasi oleh atasan langsung dan total tabungan yang lebih tinggi diperkirakan menjadi $ 15 000-21 000 per tahun. Ide-ide spesifik yang digunakan digambarkan oleh atasan maupun peserta .

Mailed Questionnaires. Questionnaires were mailed to those trainess who were not contacted personally. The results on the questionnaire were not nearly as specific and useful as the ones obtained by personal interview. The study concluded that it is probably better to use the personal interview rather than a questionnaire to measure results from this type of program.
Kuesioner dikirim. Kuesioner dikirimkan kepada mereka yang berlatih yang tidak dihubungi secara pribadi. Hasil pada kuesioner tidak persis spesifik dan berguna yang diperoleh dengan wawancara pribadi. Studi ini menyimpulkan bahwa mungkin lebih baik untuk menggunakan wawancara pribadi daripada kuesioner untuk mengukur hasil dari program jenis ini.

Conclusions About Results
The evaluation of training programs in terms of “results” is progressing at a very slow rate. Where the objectives of training programs are as specific as the reduction of accidents, the reduction of grievances, and the reduction of costs, we find that a number of attempts have been made. In a few of them, the researchers have attempted to segregate factors other than training which might have had an effect. In most cases, the measure on a before and after basis has been directly attributed to the training even though other factors might have been influential. An article called “ Evaluating Training Programs : Evidence vs Proof” describes a philosophy and approach that are appropriate for most programs.
Kesimpulan Tentang Hasil.
Evaluasi program pelatihan dalam hal "hasil" adalah berjalan pada tingkat yang sangat lambat. Dimana tujuan dari program pelatihan adalah sebagai pengurangan tertentu dalam kecelakaan, pengurangan keluhan, dan pengurangan biaya, kita menemukan bahwa sejumlah upaya telah dibuat. Dalam beberapa dari mereka, para peneliti telah berusaha untuk memisahkan faktor-faktor lain selain pelatihan yang mungkin berpengaruh. Dalam kebanyakan kasus, ukuran sebelum dan sesudah dasar telah secara langsung dikaitkan dengan pelatihan meskipun faktor-faktor lain mungkin efek. Sebuah artikel berjudul "Evaluasi Program Pelatihan: Bukti Bukti vs" menggambarkan sebuah filosofi dan pendekatan yang sesuai untuk sebagian besar program.

Summary
One purpose of this chapter is to stimulate training people to take a penetrating look at evaluation. Their own future and the future of their programs depends to a large extent on their ability to evaluate and use evaluation results.

Ringkasan
Salah satu tujuan bab ini adalah untuk merangsang orang untuk melihat melalui pelatihan dalam evaluasi. Masa depan mereka sendiri dan masa depan tergantung program mereka untuk sebagian besar pada kemampuan mereka untuk mengevaluasi dan menggunakan hasil evaluasi.
Another objective has been to clarify the meaning of evaluation. By breaking it down into reaction, learning, behavior, and results, the training professional can begin to do something about it and can gradually progress from a simple subjective reaction sheet to a research design that measures tangible results.
Tujuan lain adalah untuk memperjelas makna dari evaluasi. Dengan memecahnya ke dalam reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil, pelatihan professional dapat mulai melakukan sesuatu dan secara bertahap dapat berkembang menjadi satu lembar model penelitian reaksi subjektif untuk desain penelitian yang mengukur hasil yang nyata.
Articles on evaluation will continue to appear in Training and Development and other magazines. Some of these articles are well worth studying because they describe effective principles, procedures, and methods of evaluation.
Artikel tentang evaluasi akan terus muncul dalam Pelatihan dan Pengembangan dan majalah lainnya. Beberapa artikel ini adalah bernilai baik belajar karena mereka menggambarkan prinsip-prinsip efektif, prosedur, dan metode evaluasi.
This chapter has not provided the answers to the training director’s problem of evaluation. It has attempted to provided an understanding of principles and methods. Better understanding will come from continued study of new principles and methods that are described in article written in professional journals. Needless to say, skill in using proper evaluation methods can come only with practice/
Bab ini tidak memberikan jawaban untuk masalah direktur evaluasi pelatihan. Hal ini diupayakan untuk memberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip dan metode. Pemahaman yang lebih baik akan datang dari studi lanjutan tentang prinsip-prinsip baru dan metode yang dijelaskan dalam artikel yang ditulis dalam jurnal profesional. Tak perlu dikatakan, keterampilan dalam penggunaan metode evaluasi yang tepat hanya bisa datang dengan mempraktekan.

Special References
The following book contains more details on the four levels of evaluation described in this chapter. In addition to guidelines, principles and techniques, it includes case studies of applications including those at IBM, Motorola, Arthur Andersen, First Union National Bank of North Carolina, St. Lukes Hospital, and Kemper Insurance. It is valuable reference for anyone seriously interested in evaluation.
Referensi khusus
Buku berikut berisi rincian lebih lanjut tentang empat tingkat evaluasi yang dijelaskan dalam bab ini. Selain pedoman, prinsip dan teknik, termasuk studi kasus aplikasi, termasuk IBM, Motorola, Arthur Andersen, serikat nasional pertama di North Carolina Bank, St Luke Hospital dan Asuransi Kemper. Ini adalah referensi berharga bagi siapa pun serius tertarik dalam evaluasi.
Kirkpatrick, Donald L., “Evaluating Training Programs : The Four Levels, Berrett-Koehler Publishers, San Francisco, 1994.


Bibliography
Basarab, David J., Sr., and Darrell K. Root, TheTraining Evaluation Process, Kluwer Academic Publishers, Boston, 1993.
Holcomb, Jane, Make Training Worth Every Penny, Wharton Publishing, Del Mar, CA, 1993.
Kirkpatrick, Donald L., How to Train and Develop Supervisors, AMACOM, American Management Association, New York 1993.
Phillips, Jack J., Training Evaluation and Measurement Methods, Gulf Publishing Co., Houston, 1991.
Robinson, Dana Gaines, and James C. Robinson, Training for Impact, Jossey-bass, San Francisco, 1989.