selamat datang sahabat-sahabat yang peduli pendidikan..

Ada Untuk Berbagi,.
Terlahir untuk berproses...
Salam Pendidikan Berkualitas...

Jumat, 25 Juni 2010

pengembangan kurikulum

Laporan Hasil Diskusi Kelompok 1
“Pengembangan Kurikulum”

MANAJEMEN PENDIDIKAN 2009
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Perumusan Rasional / Dasar Pemikiran
Yang dimaksud pengembangan kurikulum adalah proses penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional .Secara umum, perubahan dan penyempurnaan kurikulum dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Perubahan kurikulum tersebut dilakukan agar kurikulum tidak ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologinya.
Landasan pengembangan kurikulum dapat menjadi titik tolak sekaligus titik sampai . titik tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu seperti penemuan teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah.
Berikut ini merupakan landasan pengembangan kurikulum :
1. Historis
2. Sosiologis
3. Filosofis
4. Psikologis, dan
5. Scientific
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Landasan Hukum
1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 31
• ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan
• ayat (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang.
13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 2
2. Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Peserta didik
• pasal 48
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan)
tahun untuk semua peserta didik.
3. Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
• pasal 5 ayat (2) :
Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan
atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.
• pasal 32 ayat (1) :
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22, 23, 24 tahun 2006 tentang Standar
Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaan
2. Perumusan Visi, Misi, dan Tujuan
Tujuan
Komponen Tujuan
Ada dua macam tujuan yang terkandung di dalam kurikulum sekolah :
1. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan
Selaku lembaga pendidikan setiap sekolah mempunyai tujuan yang ingin dicapai, tujuan – tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut atau dengan kata lain disebut dengan tujuan institusional.
2. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Tujuan ini digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki oleh murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu.
3. Penentuan Struktur dan Isi Program
1. Organisasi
Struktur atau susunan program suatu kurikulum mengenala apa yang diseut struktur horizontal dan struktur vertical
a. Struktur horizontal
Struktur horizontal suatu kurkulum berkenaan dengan apakah kurikulum itu diorganisasikan dalam bentuk :
1. Mata-mata pelajaran secara terpisah (subject centered) misalnya : biologi, fisika, sejarah dll.
2. Kelompok-kelompok mata pelajaran / bidang studi (broadfied) misalnya IPA, IPS, Kesenian, Matematika. Dll.
3. Kesatuan program tanpa mengenal mata pelajaran maupun bidang setuju (integrated program)
2. Struktur Vertikal
Stuktur vertical suatu kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum tersebut dilaksanakan melalui :
1. Sistem kelas, misalnya kelas I, II, III dan seterusnya di mana kenaikan kelas diadakan disetuap tahun secara serempak.
2. Program tanpa kelas, dimana perpindahan dari suatu tingkat program ke tingkat program berikutnya dapat dilakukan setiapa waktu tanpa harus menunggu teman-teman yang lain.
3. Kombinasi keduanya.
Istilah kurikulum dapat mengacu kepada pengertian yang amat luas atau sebaliknya sangat sempit. Dalam pengertian luas kurikulum mengacu pada program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan tertentu. Sebaliknya, dalam pengertian sempit kurikulum dapat mengacu ke program pengajaran suatu mata pelajaran. Baik dalam pengertian luas maupun sempit, kurikulum harus memiliki kesesuaian yang bersifat eksternal (tuntutan masyarakat) dan internal (antarkomponen kurikulum). Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, isi atau materi, proses penyampaian, dan evaluasi.
implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbununyi: kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
4. Pemilihan dan Pengorganisasian Materi
Identifikasi Jenis-jenis Materi Pembelajaran
Identifikasi dilakukan berkaitan dengan kesesuaian materi pembelajaran dengan tingkatan aktivitas /ranah pembelajarannya. Materi yang sesuai untuk ranah kognitif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah kognitif adalah fakta, konsep, prinsip dan prosedur.
Materi pembelajaran yang sesuai untuk ranah afektif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah afektif meliputi rasa dan penghayatan, sepe[ti pemberian respon, penerimaan, internalisasi, dan penilaian.
Materi pembelajaran yang sesuai untuk ranah psikomotor ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah psikomotor terdiri dari gerakan awal, semirutin, dan rutin. Misalnya tulisan tangan, mengetik, berenang, mengoperasikan komputer, mengoperasikan mesin dan sebagainya.
Materi yang akan dibelajarkan perlu diidentifikasi secara tepat agar pencapaian kompetensinya dapat diukur. Di samping itu, dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan dibelajarkan, maka guru akan mendapatkan ketepatan dalam metode pembelajarannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi, metode, media, dan sistem evaluasi yang berbeda-beda. Misalnya metode pembelajaran materi fakta atau hafalan bisa menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode pembelajaran materi prosedur dengan cara “demonstrasi”.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan dibelajarkan adalah dengan cara mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita belajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau keterampilan motorik.
Berikut adalah pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran.
a.Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa mengingat nama suatu objek, simbol atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah “fakta”. Contoh: Nama dan lambang zat kimia, nama-nama organ tubuh manusia.
b. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa kemampuan untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai dengan suatu definisi? Kalau jawabannya “ya” berarti materi yang harus diajarkan adalah “konsep”. Contoh : Seorang guru Biologi menunjukkan beberapa tumbuh-tumbuhan kemudian peserta didik diminta untuk menglasifikasikan atau mengelompokkan mana yang termasuk tumbuhan berakar serabut dan mana yang berakar tunggang.
c. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menjelaskan atau melakukan langkah-langkah atau prosedur secara urut atau membuat sesuatu? Bila “ya” maka materi yang harus diajarkan adalah “prosedur”. Contoh :
*Seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan membelajarkan bagaimana proses penyusunan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan dalam mewujudkan persamaan Hak Asasi Manusia.
*Seorang guru Fisika menjelaskan tentang bagaimana membuat magnet buatan. Seorang guru Kimia mengajarkan bagaimana membuat sabun mandi.
d.Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menentukan hubungan antara beberapa konsep, atau menerapkan hubungan antara berbagai macam konsep? Bila jawabannya “ya”, berarti materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori “prinsip”. Contoh :
*Seorang guru Matematika menjelaskan cara menghitung luas segitiga menggunakan aturan Trigonometri. Rumus luas segitiga adalah setengah dari perkalian dua sisi berdekatan kali sinus sudut yang diapit .
*Seorang guru Ekonomi menjelaskan hubungan antara penawaran dan permintaan suatu barang dalam lalu lintas ekonomi. Jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik.
d. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa memilih berbuat atau tidak berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak suka, indah tidak indah? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek sikap atau nilai. Contoh: Budi memilih tidak menaati rambu-rambu lalulintas daripada terlambat ke sekolah walau telah dibelajarkan pentingnya menaati peraturan lalu lintas.
e. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa melakukan perbuatan secara fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah aspek motorik. Contoh: Dalam pelajaran lompat tinggi, peserta didik diharapkan mampu melompati mistar setinggi 125 centimeter. Materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah teknik lompat tinggi.
5. Pengorganisasian Kegiatan Pembelajaran
Istilah kurikulum mempunyai berbagai macam arti jika kita telusuri maka akan kita kenal berbagai macam kurikulum ditinjau dari berbagai aspek. :
• Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, kita mengenal beberapa istilah kurikulum sebagai berikut:
1. Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum.
2. Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar.
3. Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.
• Berdasarkan struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat membedakan:
1. Kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang mata pelajarannya dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya, mata pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan seterusnya.
2. Kurikulum terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan fusi dari beberapa mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia, dan beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu.
3. Kurikulum terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang lain.
• Berdasarkan pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan menjadi:
1. Kurikulum nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh tim pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional.
2.Kurikulum negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing negara bagian di Amerika Serikat.
Kurikulum sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk melakukan diferensiasi dalam kurikulum.
6. Pemilihan Sumber, Alat, dan Sarana
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media adalah bahwa media adalah harus dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Misalnya bila tujuan atau kompetensi siswa bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Selain pertimbangan tersebut Sanjaya (2008) mengungkapkan sejumlah pertimbangan lain yang dapat kita gunakan dalam memilih media pembelajaran yang tepat, yakni dengan menggunakan kata ACTION (
Access, Cost, Technology, Interactivity, Organization, Novelty )
1.Access,
artinya bahwa kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam pemilihan media. Apakah media yang diperlukan itu tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan?.
Akses juga menyangkut aspek kebijakan, apakah media tersebut diijinkan untuk digunakan?
2.Cost,
hal ini menyangkut pertimbangan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan suatu media harus seimbang dengan manfaatnya.
3.Technology,
dalam pemilihan media perlu juga dipertimbangkan ketersediaan teknologiya dan kemudahan dalam penggunaannnya.
4.Interactivity,
media yang baik adalah media yang mampu menghadirkan komunikasi dua arah atau interaktifitas.
5.Organization,
menyangkut pertimbangan dukungan organisasi atau lembaga dan bagaimana pengorganisasiannya.
6.Novelty,
menyangkut pertimbangan aspek kebaruan dari media yang dipilih. Media yang lebih baru biasanya lebih menarik dan lebih baik.Kriteria diatas mungkin juga berlaku

untuk mempertimbangkan pemilihan sumber belajar. Sudrajat (2008) lebih lanjut mengemukakan lima kriteria dalam pemilihan sumber belajar, yaitu:
1.Ekonomis, sumber belajar yang digunakan tidak harus terpatok pada harga yang mahal.
2.Praktis, sumber belajar yang dipilih tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka.
3.Mudah, sumber belajar harus dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita.
4. Fleksibel, artinya sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional
5. Sesuai dengan tujuan, sumber belajar harus dapat mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.

7. Penentuan Cara Mengukur Hasil Belajar
Macam-macam Evaluasi
1. Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Sementara Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is done to monitor student progress over period of time. Ukuran keberhasilan atau kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.
2. Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.
3. Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya. Berikut adalah Prinsip Evaluasi :
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi, agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1. Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian. patokan : Kurikulum/silabi.
2. Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
3. Agar hasil penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.
4. Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.
Prinsip lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
1. Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif.
2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
3. Hendaknya disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP dan PAN)
4. Penilaian hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar.
5. Penilaian harus bersifat komparabel.
6. Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.
Pendekatan Evaluasi
Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an individual’s position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi siswa dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar